Menurut direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Dr Farid Wajdi mengatakan berdasarkan data yang diperoleh dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari 2500 restoran di Kota Medan ternyata hanya lima persen yang bersertifikat halal dan banyak produk berlabel halal palsu berkeliaran di tengah masyarakat. Dr Farid Wajdi juga mengatakan bahwa banyak rumah makan, restoran, dan kafe atau produk makanan/minuman mengklaim produknya halal tetapi tidak memiliki sertifikat halal. Banyak usaha kecil menengah (UKM), restoran, dan pengusaha katering tidak mencantumkan label halal dari LPPOM MUI.
Sertifikat halal hanya dikeluarkan oleh MUI, tapi masih banyak produk halal bodong yang tersebar luas di Kota Medan. Selain restoran, kafe yang belum jelas halal dan higienisnya suatu makanan/minuman masih banyak produk halal bodong tersebar lainnya seperti dari kantin-kantin perguruan tinggi, sampai pada kantin-kantin tingkat sekolah. Adapun bentuk produk halal tertulis pada berbagai jenis makanan seperti roti, kue basah, kue kering, kopi dan susu. Dan tidak hanya itu pada era globalisasi perdagangan, berbagai makanan/minuman olahan dari luar negeri begitu banyak dan mudah masuk ke Kota Medan. Jika demikian maka sudah sepatutnya membutuhkan pengawasan yang ketat agar makanan/minuman di Kota Medan halal dan higienis. Karena jaminan produk halal dan higienis bertujuan untuk kenyamanan, keamanan, perlindungan, keselamatan, dan kepastian hukum ketersediaan produk halal dan higienis bagi masyarakat dan mengkonsumsi produk.
Ketua Fraksi Partai Hanura DPRD Medan, Hj Ratna Sitepu, SH, M.Kn, mengingatkan Pemko Medan agar terus melakukan pengawasan serta memberikan jaminan produk halal dan higienis bagi warga Kota Medan, khususnya umat Islam. Hal itu sejalan dengan terbitnya Perda No.10 tahun 2017 tentang pengawasan serta Jaminan Produk Halal dan Higienis. Dan keberadaan Perda No.10 tahun 2017 tentang Pengawasan serta Jaminan Produk Halal dan Higienis harus diterapkan dengan baik. Penerapannya agar memberi kenyamanan bagi masyarakat Kota Medan khususnya umat Islam untuk mengkonsumsi produk yang halal dan higienis, ungkap Ratna saat menggelar Sosialisasi Perda ke-VI di Jalan Budi Luhur Gang Ar-Ridho, Sei Sikambing C, Medan Helvetia, Sabtu (30/3).
Penerapan perda ini, tambah dia, harus dilakukan melalui tim terpadu. Sebab, perda ini tidak hanya mengacu kepada salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) saja di lingkungan Pemko Medan. Beberapa OPD terkait perlu bersinergi untuk memaksimalkan sosialisasi dan penerapan perda ini. Mereka harus aktif memberikan pemahaman dan sosialiasi terhadap produk makanan maupun minuman yang belum memiliki sertifikasi halal, imbuhnya seraya mengaku masih menemukan makanan dan minuman belum bersertifikat halal. Di sisi lain, Ratna mendorong Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) agar terus berkoordinasi dengan MUI untuk pengeluaran label halal bagi produk makanan dan minuman. Perda ini juga mengamanatkan dilakukan pengawasan dilakukan setiap saat dengan melibatkan tim terpadu.
Pada Bab III Pasal 4, pengawasan dilakukan secara terencana dan sistematis dengan membentuk tim terpadu. Tim tersebut terdiri dari Pemko Medan, Balai POM, MUI, unsur masyarakat serta instansi/badan maupun lembaga lainnya. Tim akan langsung turun ke lapangan guna mengecek produk makanan dan minuman yang beredar di pasar agar masyarakat Kota Medan dapat lebih aman dan nyaman dalam memilih produk di pasaran,” tukasnya, dikutib dari dnaberita.com, minggu (31/03).
Kita ketahui bahwa peraturan mengenai penyelengaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis merupakan dasar bagi pengembangan strategi daerah untuk memberikan perlindungan masyarakat masa sekarang dan di masa yang akan datang. Pentingnya Peraturan tersebut sebagai acuan Pemko Medan untuk menegakkan Perda 10/2017 tentang Pengawasan Jaminan Produk Halal dan Higienis, berdasarkan pendapat Ketua Fraksi Partai Hanura DPRD Medan Hj Ratna Sitepu. Jaminan produk halal dan higienis merupakan kebutuhan hajat hidup masyarakat yang paling mendasar sehingga sudah saatnya merealisasikan Perda 10/2017 tersebut. Tetapi dengan kondisi kehidupan yang menerapkan sistem kapitalis sekuler, mengakibatkan lahirlah pemimpin yang tidak menjalankan peraturan dengan semestinya sehingga jaminan produk halal dan higienis tidak terawasi dan merugikan kebanyakan masyarakat hingga saat ini. Sistem kapitalisme hanya melahirkan pemimpin yang melalaikan amanah sebagai pemimpin yaitu mengurusi urusan rakyatnya. Apalagi perkara halal dan higienis makanan/minuman sudah menjadi kebutuhan pokok yang semestinya dikonsumsi sesuai syariat Islam karena sejatinya kondisi Kota Medan masih lebih mayoritas umat Islam. Harusnya sebagai pemimpin yang amanah, harus mampu melihat kondisi, memahami masyarakat muslim dan memperhatikan kebutuhan yang halal dan higienis untuk dikonsumsi masyarakat.
Maka dari itu, sudah sepatutnya kita kembali kepada sistem Islam. Karena hanya sistem Islam lah yang mampu melahirkan pemimpin yang amanah karena menerapkan aturan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pelayan rakyatnya. Di dalam Islam pemimpin menjamin peredaran produk yang halal dan higienis. Kehalalan tersebut sudah diatur dalam syariah Islam, mulai dari jenis, bahan, hingga cara memperoleh dan mengolahnya. Karena di dalam Islam, halal juga dipandang sebagai kebutuhan pokok nuslim. Karena itu, Islam telah meletakkan dinding yang tebal antara kehalalan dan kapitalisasi serta eksploitasi makanan/minuman. Dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan makanan/minuman yang halal dan higienis. Rasulullah Saw bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana pengembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya”. (HR al-Bukhari).
Wallahu A’lam Bishowab.
Mega Sari Lingga, S.Pd
Mahasiswa Pascsarjana Unimed