WARGASERUJI – Jatuh cinta bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Beruntunglah bagi yang bisa menikah dengan pasangan jatuh hatinya. Namun, karena ada sesuatu penghalang banyak pula yang mengalami kasih tak sampai. Hal ini, pernah juga dialami Rasulullah SAW.
Sebelum menikah dengan Khadijah, Rasululullah muda naksir sama Fakhitah binti Abu Thalib yang merupakan cinta pertamanya. Sebagai lelaki jantan, beliaupun melamar Fakhitah yang merupakan anak pamannya.
Namun, sayang lamarannya ditolak, karena Abu Thalib lebih memilih menikahkan anaknya dengan Hubayrah yang berasal dari bani Makhzum. Pertimbangan Abu Thalib lebih memilih Hubayrah adalah demi menjaga hubungan baik dengan Bani Makhzum.
Rasulullah tidak marah pada keputusan pamannya tersebut. Rasulullah berlapang dada menerima keputusan tersebut. Rasulullah tidak meratapi nasib. Dan Rasulullah tetap menghormati dan mencintai pamannya. Kematian Abu Thalib merupakan peristiwa yang sangat memilukan bagi Rasulullah.
Beberapa waktu kemudian, Rasulullah dilamar oleh Khadijah, seorang saudagar kaya yang mulia hatinya. Khadijah lah yang nantinya sangat banyak membantu perjuangan Rasulullah dalam mengarungi perjuangan sebagai Rasulullah. Rasulullah sangat mencintai Khadijah dan pikirannya tidak dibayang-bayangi oleh Fakhitah.
Waktupun berjalan dan Rasulullah menjadi duda karena ditinggal wafat oleh Khadijah. Demikian pula Fakhitah menjadi janda karena dia meninggalkan suaminya yang tidak mau menerima islam.
Maka terbukalah peluang Rasulullah untuk melamar Fakhitah untuk kali kedua. Namun ternyata lamaran keduanya inipun ditolak oleh Fakhitah.
“Wahai Rasulullah tidak ada wanita yang tak ingin menjadi istrimu, begitu pula denganku, aku memiliki banyak anak, jika aku menikah denganmu aku bingung aku harus memilih berat ke mana. Kalau aku berat kepada suami, aku takut menelantarkan anak-anakku yang masih kecil, dan jika aku berat kepada anak aku takut zalim kepada hak suamiku. Daripada aku menjadi orang yang zalim jadi Rasulullah, maaf saya tidak bisa menerima lamaranmu.”
Demikianlah, Rasulullah memberikan contoh bagaimana bertindak pada wanita yang dicintainya, yaitu dengan melamarnya, bukan dengan memacarinya dan mengumbar janji-janji muluk untuk akan menikahi yang tak jelas kapan akan terwujud.
Dan ketika lamaran ditolak, Rasulullah tidak menyalahkan pihak-pihak yang menolak. Sebab Rasulullah faham menerima maupun menolak lamaran adalah hak pihak yang dilamar. Bukan hak pihak yang melamar.
Sebagai umatnya kita bisa mengambil pelajaran dari kisah di atas bahwa jatuh cinta itu tidak dilarang, dan jatuh cinta memang bisa datang begitu saja tidak bisa dipaksa maupun dihambat.
Namun, jangan atas nama cinta lalu menjadi tak terkontrol dan menghalalkan segala cara.
Bila memang keadaan tidak memungkinkan untuk hidup bersama dengan orang yang dicintai, maka cukup simpan dihati saja, dan tetap dibawa happy meski kasih tak sampai. Jangan malah berbuat yang menyebabkan terjerumus ke dalam dosa. Sudah yang ditaksir tidak dimiliki, dapat dosa pula, Rugi bandar dah…