SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Berpuasa di Negeri Kincir Angin

Berpuasa di Negeri Kincir Angin

Di Eropa, puasa dimusim panas harus dijalankan selama 19 jam. ini jelas berbeda dengan Indonesia yang terletak di Garis Khatulistiwa. Di Indonesia durasi puasa setiap tahun hampir sama antara 13 – 14 jam. Panjangnya waktu berpuasa di Eropa terjadi karena bulan ramadhan jatuh disaat musim panas.   Musim di panas di Eropa waktu siangnya lebih panjang dari pada waktu malamnya. Malam hanya 5 jam.  Mulai masuk waktu Maghrib jam 21.48, Isya jam 23.58 dan waktu subuh jam 03.08. Sehingga praktis tak tidur semalaman karena seusai shalat tarawih langsung makan sahur dan dilanjutkan shalat Subuh. Waktu istirahat tidur pindah seusai shalat subuh.

Jika di Indonesia makan sahur rata-rata pukul 04.00 dan jam berbuka puasa pada pukul 18.00, sangat berbeda dengan puasa Ramadhan di Belanda misalnya. Mereka yang berpuasa Ramadhan di negara Belanda harus mulai sahur pada pukul 03.00 pagi dan waktu berbuka puasa pada pukul 21.30 malam atau kira-kira harus berpuasa  17, 5 jam. Tentu lebih lama bila dibandingkan dengan waktu berpuasa di Indonesia dan kemungkinan tantangannya juga lebih berat.

Waktu sholat tarawih tentu juga berbeda. Setelah berbuka puasa, kira-kira setelah lewat jam 22.00 malam, muslim di Maastricht Belanda mulai pergi ke masjid untuk sholat tarawih. Sholat tarawih tersebut berakhir hingga sekitar pukul 00.00 waktu setempat. Dan bisa dibayangkan jika beberapa jam kemudian, sudah tiba lagi waktu sahur dan subuh. Barangkali harus pasang alarm jam dan handphone untuk mengingatkan dan membangunkan supaya waktu sahur bisa tepat waktu dan tidak bangun kesiangan. Atau malahan tidak tidur hingga waktu sahur tiba.

Firdaus seorang teman saya mengungkapkan pengalamannya berpuasa di Belanda saat mengikuti pendidikan S-3.  “ Perpanjangan waktu puasa bagi saya tidak ada masalah, baik yang 19 jam berpuasa ataupun berpuasa yang 13 jam seperti di Indonesia. Kesehatan tak terganggu dan bahkan normal dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Menjamak shalat tidak pernah dilakukan dan itupun tidak menggangu waktu istirahat”.

Kondisi Masyarakat di Eropa tidak memperlihatkan suasana berbeda dibulan Ramadan.  Secara umum tidak ada yang berubah, semuanya berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Di jalanan masih tetap ramai, di tempat-tempat umum tidak ada perobahan suasana, warung-warung buka seperti biasanya dan pertokoan juga tetap menjual barang yang mereka biasa jajakan.

Taman-taman masih rapi seperti biasanya.  Bahkan di musim panas yang bagi masyarakat Eropa adalah surga karena dapat menikmati panas matahari, mereka tetap menggunakan pakaian minim dan terbuka.  Mereka sengaja berjemur di taman-taman ruang terbuka. Inilah tantangan maksiat mata bagi orang yang yang berpuasa di musim panas di Eropa.

Namun bila kita perhatikan lebih cermat dan masuk lebih dalam ke tempat dan lokasi yang mayoritas penduduknya migran dari negara muslim, akan terasa ada bedanya. Di perkampungan muslim Maroko dan Turki di Amsterdam, Utrecht, Den Haag, Rotterdam terrasa ada suasana Ramadhan. Mesjid menawarkan acara buka bersama.  Tidak jarang pula mesjid dan musollah di Belanda ‘membuka pintu’ bagi warga non-muslim untuk berbuka bersama. Undangan itu merupakan anjuran dari pemerintah Belanda dengan tujuan untuk saling mengenalkan warga dari berbagai budaya dan agama.

Di saat bulan Ramadhan, pertokoan menjual barang kebutuhan Tajil atau buka puasa. Korma dari berbagai bentuk dan harga terpampang di dekat kasa. Buah-buahan segar seperti Semangka dan Melon bertumpukan di keranjang dan peti. Semua tersaji di trotoar depan toko migran.   Makan sahur di bulan Ramadhan berlangsung biasa saja, tidak terdengar suara panggilan dari speaker masjid ataupun teriakan petugas ronda.

Setelah sahur dan imsak, kemudian dilanjutkan dengan sholat Subuh. Di Indonesia biasanya banyak orang berbondong-bondong pergi ke masjid. Pengalaman dari beberapa teman yang pertama kali puasa di Maastricht, mereka tidak sholat Subuh berjamaah di masjid. Barangkali karena faktor suhu udara yang sangat dingin di pagi hari dan jarak dengan masjid yang cukup jauh, menyebabkan mereka mengurungkan niat pergi ke masjid namun melakukan sholat subuh di kamar masing-masing.

Cuaca dingin, rasa lapar dan rasa kantuk seringkali menyerang disaat beraktivitas disiang hari. Namun, aktivitas harus tetap berjalan. Di saat dingin dan lapar itu, aktivitas yang enak untuk dilakukan adalah minum kopi atau minuman hangat lainnya dan makan cemilan. Namun, tentu saja hal tersebut tidak boleh dilakukan bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tantangan yang cukup berat tersebut harus dijalani dengan sabar.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER