WARGASERUJI – Belum lama ini Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS menjadi dua kali lipat. Hal tersebut diamini juga oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.
“Saya pikir semua masyarakat harus memahami itu (iuran BPJS Kesehatan naik), karena nanti, jangan mengembangkan sehat itu murah, nanti repot. Sehat itu mahal, perlu perjuangan,” kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden (KSP), Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta. (Liputan6.com, Rabu, 4/9).
Sudahlah jatuh, tertimpa tangga pula, begitulah pengibaratan yang terjadi pada rakyat. Para pejabat negara seolah tutup mata atas kesulitan rakyatnya. Tak ada rasa empati. Jauh dari belas kasih. Hal ini menjadi salah satu kejahatan sistem sekular yang melahirkan para pejabat yang minus akhlak.
Usulan iuran kelas mandiri I naik 100 persen mulai 1 januari 2020 mendatang. Berarti, peserta yang tadinya membayar iuran Rp 80 ribu akan naik menjadi Rp 160 ribu per orang per bulan. Kelas mandiri II, iuran dinaikkan dari Rp 59 ribu per bulan menjadi Rp 110 ribu. Sementara, kelas mandiri III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42 ribu per peserta.
Mungkin Bu Sri berpikir, agar BPJS tidak terus tekor dan bisa berbalik surplus menjadi Rp 17,2 triliun. Tak mengapa harus ‘menguras’ lebih dalam lagi kantong rakyat. Toh, ini demi menyelamatkan badan asuransi sosial dan kepentingan bersama. Bahkan, MenKeu, Sri Mulyani katakan usulan penyesuaian iuran BPJS tidak perlu mendapatkan izin dari DPR.
Kapitalis Dibalik Kesulitan Rakyat
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fami Idris mengatakan, pihaknya akan menagih iuran BPJS kesehatan secara “door to door” bagi peserta yang tidak taat. Wacana menaikkan iuran BPJS dua kali lipat terus didukung para petinggi negeri, kini menagih iuran bagi mereka yang tidak taat dan tentu ada sanksi yang berlaku jika menunggak.
Sementara kesehatan yang prima dan berkuliatas masih jauh dari kata baik serta layak untuk rakyat. Program BPJS “Gotong Royong Semua Tertolong” hakikatnya ialah demi kantong BPJS maka rakyat akan terus ditodong. Tak lagi melihat dampak kenaikan iuran dua kali lipat karena mereka cukup tutup mata dan tetap dengan kebijakannya.
Mahalnya biaya kesehatan merupakan dampak dari pengurusan negara yang buruk. Hal ini wajar terjadi akibat Indonesia menerapkan sistem kapitalis neolib. Bahkan, Pak Condro Triono (Pakar Ekonomi Islam) mengatakan bahwa sistem ekonomi kapitalis menjadi biang kerok atas lenggengnya kebijakan asuransi sosial yang diterapkan di negeri ini.
Sistem ini memberi kebebasan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk memperebutkan “kue” ekonomi yang ada di suatu negara. Sistem ini, lanjutnya, sudah tidakmengenal lagi batas-batas norma dan etika lagi. Prinsipnya, di mana ada peluang, maka itu akan mereka ‘makan’.
Basis dari bisnis asuransi hanyalah memanfaatkan kekhawatiran dan ketidakpastian yang dihadapi seseorang, sehingga mau membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi untuk menjamin masa depannya. Bisnis asuransi keuntungannya akan semakin besar apabila pesertanya semakin banyak. Hal tersebut yang saat ini terus dijalankan oleh BPJS.
Dalam Islam, Negara Penjamin Kesehatan
Pelayanan kesehatan gratis diberikan oleh negara (Khilafah) yang dibiayai dari kas Baitul Mal. Adanya pelayanan kesehatan secara gratis, berkualitas dan diberikan kepada semua individu rakyat tanpa diskriminasi jelas merupakan prestasi yang mengagumkan.
Sebagai contoh, Raja Mesir, Muqauqis, pernah menghadiahkan seorang dokter untuk melayani seluruh kaum Muslim secara gratis. Khalifah Umar bin al-Khaththab, menetapkan pembiayaan bagi para penderita lepra di Syam dari Baitul Mal. Khalifah al Walid bin Abdul Malik dari Bani Umayyah membangun rumah sakit bagi pengobatan para penderita leprosia dan lepra serta kebutaan. Para dokter dan perawat yang merawat mereka digaji dari Baitul Mal.
Bahkan seorang sejarahwan asing, Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahaya Islam tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”
Rasulullah Saw, bersabda:
“Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan dan rumahnya; dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya. (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad, ibn Majah dan Tirmidzi).
Dalam hadist tersebut, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu.
Tidak terpenuhi atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan mendatangkan kerusakan bagi masyarakat. Kerusakan wajib dihilangkan. Kebijakan kesehatan dalam Islam akan memperhatikan terealisasinya beberapa prinsip. Pertama, pola balku sikap dan perilaku sehat. Kedua, lingkungan sehat dan kondusif. Ketiga, pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Keempat, kontrol efektif terhadap patologi sosial.
Dengan demikian, kesehatan dan pengobatan merupakan kebutuhan dasar sekaligus hak rakyat dan menjadi kewajiban atas negara untuk memenuhinya. Fungsi negara sebagai pengurus dan penjaga umat hanya dapat terwujud melalui penerapan sistem Islam.