Rasa cinta yang mendalam itu sering kali tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata, kecuali hanya sebagian kecil saja, namun jika cinta sudah melekat di dalam hati seseorang, niscaya banyak rahasia dan keunikan yang akan terjadi akibat cinta yang merasuk sukma serta bersarang di relung hati yang paling dalam.
Perasaan cinta kepada seseorang, sering kali dapat menghilangkan akal sehat, dan tidak jarang seseorang melakukan sesuatu di luar nalar dan batas kewajaran karena terbuai rasa cinta.
Seseorang yang sedang dilanda cinta, tentu akan berusaha menarik hati sang kekasih hatinya. Ia pun akan terus berusaha bagaimana caranya untuk mendapatkan perhatian yang sangat spesial dari orang yang dicintainya.
Kisah percintaan Majnun Laila atau Qais & Laila, adalah salah satu kisah nyata yang pernah terjadi di kalangan Bani Amir, dan sering dijadikan acuan bagi para penikmat cinta hingga kini.
Qais menjadi gila karena rasa cintanya kepada Laila terhalang oleh kebijakan keluarga yang menurutnya tidak populis saat itu, hingga mengakibatkan cintanya tidak kesampaian.
Laila pun menderita sakit kronis, kurus kering kerontang, tidak mau makan, hingga akhirnya ajal menjemput, hanya karena hidupnya selalu memikirkan Qais sang kekasih hati yang belum direstui oleh keluarganya.
Pengorbanan demi pengorbanan panjang yang telah dijalani oleh sepasang kekasih, Qais & Laila, namun belum ditaqdirkan untuk dapat menyatu dalam rumah tangga dan bersama-sama menikmati perasaan cinta yang sudah terlanjur dirajut sejak di masa kecil dalam kehidupan mereka berdua, hanya karena keluarganya lebih mempertahankan kehormatan adat se tempat.
Qais & Laila hampir satu usia, ke dua ayah mereka adalah kakak beradik, jadi nyaris antara Qais dan Laila adalah saudara sepupu, yang dulu rumah keduanya hanya disekat oleh satu tembok saja.
Di saat kondisi sangat mengenaskan dari ke dua belah pihak, akibat cintanya tidak kesampaian, namun jika nama Qais disebut di depan Laila, tiba-tiba saja kekuatan diri Laila seakan-akan timbul dan semangat hidupnya muncul, hingga ia pun dapat berkomunikasi secara normal dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya, bahkan banyak gubahan syair-syair indah yang keluar akan dari lisan fashih si Laila.
Demikian juga keadaan Qais, jika dilihat secara kasat mata, maka setiap orang yang memandangnya, pasti akan menvonisnya sebagai orang gila (majnun).
Bagaimana tidak, tiap saat ia pergi kesana kemari untuk mencari keberadaan Laila sang kekasih hati yang diungsikan oleh keluarganya. Qais hanya menggunakan pakaian lusuh dengan tubuh degil berdebu, bahkan tak jarang pakaiannya itu nyaris tertanggal dari tubuhnya, dan ia keluar masuk kampung serta padang pasir dan hutan, hanya demi mencari Laila sang kekasih hati. Lisannya pun tak henti-hentinya memanggil-manggil nama Laila sang kekasih hati.
Namun, sebagaimana diriwayatkan, setiap ada orang yang menyebut nama Laila di depannya, termasuk jika digoda dengan dibohongi jika Laila menitipkan salam rindu untuknya, maka secara spontan kesadarannya timbul kembali hingga ia pun menggubah bait-bait syair indah yang khusus ditujukan kepada Laila sang kekasih hati.
Baik syair-syair indah yang digubah oleh Laila maupun sang kekasihnya, si Majnun Laila, telah banyak dinukil oleh para sastrawan Arab yang hidup setelahnya.
Seperti salah satu syair yang cukup terkenal dalam menggambarkan kisah percintaan sejati Qais & Laila:
أمر على الديــــــار ديار ليـلى #
أقبل ذا الـــــــجدار وذا الجـدارا
وما حب الديار شـــــغفن قلبي #
ولكن حب من ســـــــكن الديارا
“Aku melewati rumah-rumah (para penduduk), barangkali saja ada salah satu rumah itu yang ditempati Laila
Maka aku pun menciumi setiap dinding dari rumah-rumah itu.
Bukan karena hatiku mencintai dan merindukan rumah-rumah itu.
Tapi cintaku itu untuk (Laila) sang penghuni salah satu dari rumah-rumah itu”
Syair indah hasil gubahan Qias si majnun Laila ini sering dipergunakan sebagai dalil pengibaratan bagi para pecinta sejati yang merindukan perjumpaan dengan sang kekasih hati.
Lantas bagaimana dengan kita yang sering kali mengaku sebagai pecinta Baginda Rasulullah SAW.
Sudahkah rasa cinta kita kepada beliau SAW dapat mengalahkan rasa cintanya Qais terhadap Laila ?
Sudah tahukan kita seberapa ukuran cinta yang disyaratkan oleh Rasulullah SAW untuk dapat diterima secara sempurna oleh beliau SAW?
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هِشَامٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِى . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ » . فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الآنَ وَاللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِى . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « الآنَ يَا عُمَرُ » .
“Abdullah bin Hisyam radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah bersama Nabi Muhammad SAW, beliau lagi menggandeng tangan Sy. Umar bin Khaththab RA, lalu Sy. Umar berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah, sungguh kamu adalah seorang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku.” Maka, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak (demikian), demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sehingga aku kamu lebih cintai dibandingkan dirimu.”
Lalu Sy. Umar berkata kepada beliau: “Sesungguhnya sekarang, demi Allah, kamu adalah seorang yang paling aku cintai (bahkan) dari diriku”.
Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sekarang, wahai Umar” (HR. Bukhari).
Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalany rahimahullah menjelaskan maksud dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “Sekarang wahai Umar”:
أي الان عرفت فنطقت بما يجب
“Sekarang, kamu telah mengetahui ukuran cinta, maka akhirnya kamu berbicara dengan yang wajib (dikatakan).”
Lihat kitab fathul Bari, 11/528 (asy Syamela).
الصلاة والسلام عليك ياسيدي يارسول الله …
والله انا احبك حبا جما بلا حدود .