SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Indonesia, Surganya Investor Luar Negeri?

Indonesia, Surganya Investor Luar Negeri?

WARGASERUJI – Di periode kedua, Jokowi kembali menegaskan akan membuka investasi seluas-luasnya. Penegasan itu ia kemukakan saat membuka sidang kabinet paripurna (SKP) tentang rancangan undang-undang (RUU) beserta nota keuangan RAPBN Tahun 2020. Indonesia akan jadi surganya investor.

“APBN hanya berkontribusi sekitar 14,5% dari PDB (produk domestik bruto) negara kita, sehingga yang paling penting adalah menciptakan ekosistem yang baik agar sektor swasta bisa tumbuh dan berkembang,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/8/2019).

“Poinnya ada di situ, sehingga kita harus mendorong besar-besaran investasi dan bisa tumbuh dengan baik, sehingga lapangan kerja bisa tercipta,” tambahnya. (Detik.com, 5/8/2019)

Ada dua hal yang menjadi poin rancangan APBN 2020. Pertama, peningkatan investasi. Kedua, pengembangan Sumber Daya Manusia sebesar-besarnya. Tak heran bila di masa Jokowi para investor begitu dimanja dengan kebijakan yang menguntungkan mereka. Musim investasi nampaknya bakal terjadi lagi di tahun 2020 mendatang dan menjadi awal surganya investor. Saat periode kedua mulai bekerja.

Tepatkah Investasi Diterapkan?

Saking getolnya membuka investasi asing, Jokowi meminta masyarakat tidak anti investasi. Namun, bagaimana jika investasi itu berupa penguasaan atas aset-aset strategis? Atau investasi yang dibiayai dari utang luar negeri? Tentu mengkhawatirkan.

Investasi dalam kapitalisme berarti kebebasan bagi setiap individu untuk memiliki segala yang dia ingini. Tak boleh ada pengekangan atas kebebasan kepemilikan. Oleh karenanya, memberi angin segar bagi investor sama halnya memberi peluang bagi asing berperan lebih dalam perekonomian suatu negara.

Arus pasar bebas membuat Indonesia harus menerima kebijakan global tersebut. Investasi asing dianggap solusi bagi permasalahan ekonomi. Investasi asing dianggap penyelamat ekonomi Indonesia. Yakni, mendatangkan devisa dan menciptakan lapangan kerja baru.

Benarkah demikian? Fakta yang terjadi justru berkebalikan. Derasnya investasi asing justru menbuat industri dalam negeri babak belur. Dihajar produk-produk impor. Industri lokal dipaksa bersaing dengan asing. Sebut saja Krakatau Steel, Pabrik Semen, dan sejumlah industri lainnya terancam gulung tikar.

Investasi asing juga tidak berkorelasi dengan lapangan kerja baru. Yang ada malah terjadi PHK besar-besaran. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut total karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam kurun 2015-2018 mencapai hampir 1 juta orang. Bahkan gelombang PHK diprediksi masih akan terus terjadi. Contohnya, Nissan yang akan merumahkan 12.500 karyawannya di seluruh dunia.

Bagaimana dengan SDM?

Dalam hal pengembangan SDM, Jokowi memastikan kualitas pendidikan harus dirancang dengan baik. Salah satunya, menurut dia adalah dengan pendidikan vokasi. Mungkin Pak Jokowi lupa terhadap persoalan mendasar pendidikan. Sistem pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi yang baik pula, begitupun sebaliknya.

Berniat mengembangkan pendidikan vokasi, tapi lalai dengan kualitas moral generasi. Generasi kita rusak oleh budaya asing. Pergaulan bebas, aborsi, narkoba, tawuran, pelecahan seksual, dan lainnya adalah hambatan terbesar menghasilkan SDM berkualitas.

Apa gunanya ahli dalam ilmu terapan, namun moral anak bangsa terabaikan? Sistem pendidikan sejatinya hadir untuk membentuk generasi yang cerdas ilmu, memiliki keahlian, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Jika swasta berperan lebih dalam perekonomian, lantas apa fungsi negara? Membiarkan swasta banyak bermain sama halnya negara berlepas diri dari tanggungjawabnya.

Negaralah yang seharusnya paling berperan dalam setiap bidang. Memberikan kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan industri lokal. Mendukung inovasi dan daya cipta anak negeri sendiri. Agar mereka berdaya guna bagi negara. Bukan malah memfasilitasi swasta untuk menguasai aset negara.

Beginilah jadinya bila kapitalisme yang diadopsi. Indonesia menjadi surga bagi para investor asing (swasta). Peran negara pun mandul. Dan ujungnya, rakyat yang menjadi korban.

Sistem kapitalisme itu pasti menguntungkan para kapitalis. Sang pemilik modal. Namanya juga kapitalisme. Ya pasti dari kapitalis oleh kapitalis, dan untuk kapitalis.

Untuk rakyat bagaimana? Nothing. Kalaupun ada, paling juga mendapat remah-remah kekayaannya saja. Hanya jadi obyek. Subyeknya tetaplah kaum kapital juga. Ibaratnya negara hanya regulator dan fasilitator, rakyat sekadar operator, dan kapitalis sebagai cukong. Benarlah jika Indonesia nanti akan menjadi surganya investor.

Mari renungkan kembali kutipan Bung Karno berikut, “Saya katakan bahwa cita-cita kita dengan keadilan sosial adalah satu masyarakat yang adil dan makmur dengan menggunakan alat-alat industri, alat-alat teknologi yang sangat moderen. Asal tidak dikuasai oleh sistem kapitalisme.”

Sang Founding father ini juga pernah mengatakan, “Perbaikan nasib ini hanya bisa datang seratus persen, bilamana masyarakat sudah tidak ada kapitalisme dan imperialisme.”

Oleh Chusnatul Jannah*

Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban, member komunitas Creator Nulis

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER