Perjalanan kami sebelumnya ke Sungon Legowo mempertemukan kami dengan seorang pandega dan beliau memberi informasi tentang sebuah kampung yang bernama ‘Tambak Boyong’. Di sana belum ada listrik namun di sana ada sekolah. Wow, kami tak percaya.
Maka berangkatlah kami ke Tambak Boyong esok hari. Dan kampung itu benar-benar ada.
Tambak Boyong adalah mana sebuah perkampungan yang menjadi bagian dari desa Tanjung Widoro kecamatan Bungah kabupaten Gresik. Kampung ini ada di tengah-tengah tambak dekat laut Jawa. Kampung ini terdiri sekitar 20 rumah tangga (menurut pengamatan dan perkiraan kami saat itu-Oktober 2013).
Menurut cerita, kampung ini ada karena para penjaga tambak atau pandega memilih menetap di sana dari pada harus bolak-balik ke rumah. Karena itu, namanya Tambak Boyong yang secara harfiah berarti pindah ke tambak.
Penduduk Tambak Boyong sebenarnya adalah orang asli Mengare. Namun sebagian juga ada yang berasal dari desa Sungon Legowo. Mengare adalah mana suatu daerah yang terpisah jauh dari daerah lainnya. Jadi semacam pulau namun tak terpisahkan oleh air. Di Mengare terdapat tiga desa secara administratif. Yaitu Kramat, Watuagung, dan Tanjung Widoro.
Akses menuju Tambak Boyong bisa dari dua arah. Yang pertama dari Mengare, tepatnya dari tanjung Widoro. Dari sana menyeberang sungai (yang saya duga adalah Kali Lamong, karena lupa belum tanya). Menyeberang dengan perahu dengan tarif seribu rupiah per orang. Jalur yang satu lagi adalah melalui Sungon Legowo atau TanjungRanduboto. Dari kedua tempat ini tak perlu menyeberang. Cukup mengikuti jalan pematang tambak yang seru dan mendebarkan. Haha. Pemandangan di sekelilingnya adalah hutan bakau yang horor namun eksotis.
Yang menarik dari kampung ini adalah meski di sana tak ada listrik, justru di sudah ada sekolah dasar.