WARGASERUJI – Orang yang banyak bertanya, dianggap baik. Padahal, belum tentu. Andai tidak tahu sesuatu, maka tidak ada konsekuensi harus begini atau harus begitu. Ketika suatu pertanyaan kemudian dijawab, maka ada keharusan bersikap terhadap informasi yang diterima, dan seringkali memberatkan bagi yang bertanya. Bahkan, beberapa kasus membuat seseorang “sesat di jalan” atau berpaling.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Orang-orang terdahulu melakukannya kepada para nabi mereka. Setelah dijawab, mereka tidak myempercayainya. Bisa jadi, karena keterbatasan pikiran maka merasa tidak masuk akal. Akhirnya, mereka mendustakan nabinya.
قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ
Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada Nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya.
Rasulullah s.a.w sendiri menolak informasi pada diri seseorang yang disampaikan orang lain kepada beliau. Kata beliau, “Janganlah seseorang menyampaikan kepadaku apa yang dilakukan oleh temannya. Sesungguhnya aku ingin menemui dalam keadaan berlapang dada.”
Setelah ayat ini, para shahabat Nabi menahan diri agar tidak banyak bertanya. Sampai-sampai mereka mengharapkan datangnya orang-orang dari jauh menghadap Rasulullah. Mereka tunggu pertanyaan keluar dari orang-orang itu, agar bisa mendengarkan jawaban Rasulullah.
Pada saat Al Quran diturunkan, tahan untuk tidak bertanya. Al Quran diturunkan bersifat global. Penjelasannya menjadi masuk akal pada saat dibutuhkan untuk menyelesaikan banyak masalah yang berbeda-beda, sesuai dengan konteks dan kondisi masing-masing orang.
Tidak semua masalah perlu dijawab. Jawaban hanya akan mempersempit sesuatu yang umum atau global. Artinya, diam tanpa jawaban adalah rahmat yang meluaskan.
Dalam hadits Qudsi berikut, dijelaskan tujuan sesuatu didiamkan dan tidak disampaikan-Nya kepada manusia.
“Dia mendiamkan banyak hal karena rahmat-Nya kepada kalian, bukan karena lupa. Maka janganlah kalian bertanya masalah tersebut (maksudnya terkait mengharamkan dan menghalalkan sesuatu).”