Ketika pilpres, pilkada dan pileg partai pengusung melakukan barbagai cara untuk memenangkan jagoan yang mereka usung. Semua potensi yang diperkirakan akan meningkatkan elektabilitas kandidat akan dikerahkan. Tak terkecuali dengan kepala daerah yang sedang aktif dengan alasan dia adalah kader panutan masyarakat yang bisa memenangkan pertarungan pilkada.
Walaupun dalam Peraturan KPU No 4 Tahun 2017 pada pasal 63 dinyatakan bahwa Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, Anggota DPR. DPD, DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota, pejabat negara lainnya, atau pejabat daerah dapat ikut kegiatan kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye di luar tanggungan Negara dan para pejabat negara dilarang menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatannya untuk kepentingan pemenangan dalam Pemilihan, serta dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang terkait dengan jabatannya, yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon lain di wilayah kewenangannya dan di wilayah lain, namun pada adatnya jabatan yang sudah lengket dipundaknya akan tetap berpengaruh pada konstituen terutama yang ada dalam wilayak yang dipimpinnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pimpinan daerah yang terlibat dalam kampanye diharapkan akan dapat mendongkrak elektabilitas kandidat. Dengan alasan inilah partai pengusung seperti PDIP, mengerahkan kadernya yang menjabat kepala daerah untuk memenangkan Ahok saat pikada DKI.
“Seluruh anggota DPR RI dari PDIP lintas dapil semua punya tugas di Jakarta untuk menangkan Ahok-Djarot. PDI Perjuangan juga sudah menurunkan kepala daerah seperti Bupati dan Wali Kota yang memang kader PDI perjuangan untuk datang ke Jakarta bekerja untuk kemenangan Ahok-Djarot,” seperti yang pernah disampaikan Bendahara tim sukses Basuki (Ahok)-Djarot, Charles Honoris.
Secara hukum, memang tidak salah dan itu sah-sah saja sebagaimana telah diatur oleh PKPU. Namun secara etika dan kepatutan perlu dipertanyakan. Seseorang dapat menjadi kepala daerah karena telah dipilih secara demokratis. Disaat dia sudah terpilih, maka dia dia bukan lagi milik sekelompok orang tapi dia milik seluruh masyarakatnya daerahnya, baik yang memilihnya ataupun tidak ikut memilihnya saat pemilu. Kedudukannya bukan untuk memperjuangkan sekelompok orang tapi untuk semua rakyatnya. Rakyatnya bukan hanya orang yang memilihnya saat pemilu, tapi adalah semua masyarakat yang berada dalam wilayah kekuasaannya. Untuk itu baju kepartaiannya harus dia tanggalkan selama dia menjabat sebagai kepala daerah.
Pada pilpres yang prosesnya sudah dimulai tahun ini, Prabowo terlihat lebih arif dalam menyikapinya. Prabowo memnta agar kepala daerah yang masih bertugas seperti Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tidak ikut dalam Timses, supaya lebih fokus pada tugasnya sebagai kepala pemerintahan di daerahnya. Hal senada juga disampaikan oleh Sandiaga Uno. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini berharap kepala daerah jangan sampai terganggu dengan adanya agenda Pilpres 2019. Keterlibatan kepala daerah dalam pilpres walaupun dia mengajukan cuti, namun hal itu tetap akan menganggu ritme kerjanya sebagai kepala daerah.