SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Sepotong Adengan dalam Drama

Sepotong Adengan dalam Drama

Suatu Hari Ahad sore di bulan September, saya tiba di stasiun. Waktu masih tersisa sekitar 10 menit sampai kereta yang akan saya naiki tiba. Saya duduk di ruang tunggu sambil memakan kue yang dibawakan oleh kakak saya. Saya kemudian mengambil berkas naskah peserta lomba menulis untuk saya koreksi. Dan tak terasa, hampir sepuluh menit berlalu ketika petugas stasiun mengumunkan kedatangan kereta.

Saya mengemasi barang-barang dan berjalan mendekati jalur pemberhentian kereta. Tiba-tiba dari belakang terdengar suara orang terburu-buru dan meminta saya memberinya jalan. Saya minggir dan memberinya jalan, yang ternyata beliau adalah porter yang sedang memanggul sekarung beras. Dan betapa saya terkejut ketika tahu bahwa orang di belakang porter adalah seorang ibu yang kemarin Sabtu juga satu kereta dengan saya.

Hal yang membuat saya terkejut adalah ibu itu menggunakan setelan yang sama persis dengan hari Sabtu itu! Dan… begitu juga saya! Wakakakak!

Dalam hati saya refleks berkata, “Jangan-jangan nanti kita duduk sebelahan!?”

Tibalah kereta. Saya mendapat tempat duduk di gerbong 4 nomer 18-A. Namun saya tidak naik dari gerbong 4 tetapi dari gerbong belakangnya. Saya kemudian berjalan menuju gerbong 4.

Daaaaaannnnn? Di bangku 18B telah duduk ibu yang tadi! Sementara semua bangku lainnya telah terisi kecuali tempat duduk saya, 18A. Sehingga saya betul-betul duduk sebelahan dengan ibu tadi!

Beberapa menit kemudian saya lihat si ibu memeriksa karcisnya. Saya pun melirik. Ternyata beliau mendapat tempat duduk nomor 18-D tetapi telah diduduki orang yang sedang molor. Sehingga akhirnya si ibu duduk di 18B ‘demi takdir’ bersebelahan dengan saya di 18A.
Bukankah itu sangat menarik jika dijadikan sepotong adegan dalam drama?

Demikian adalah prolog. Walaupun inti dari tulisan ini tidak sepenuhnya relevan dengan prolog-nya. Hehe. Sekedar menulis. Kerena menulis adalah menyimpan, menyimpan kenangan. Karena menulis adalah mewariskan, mewariskan sejarah. Maka jangan ada dusta di setiap huruf yang ditinggalkan. #eaaaaaa

Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta (HR. Al.Bukhari dan Muslim)

Pertama adalah kejadian kecelakaan beberapa hari sebelumnya. Seorang berkendara motor menabrak orang lainnya yang juga mengendarai motor. Yang ditabrak jatuh. Terlepas siapa yang bersalah, namun yang menabrak segera turun dan mematikan motor yang ditabrak kemudian menolongnya dan membawanya menepi. Yang jatuh pun menanyakan keadaan yang menabraknya. Kemudian keduanya sama-sama meminta maaf. Sungguh pemandangan yang luar biasa, yang menakjubkan di era kekinian jaman now.

Kedua adalah kejadian ketika saya membeli bensin di pom bensin mini. Tepat di depan saya seorang lelaki berhenti. Dia menyerahkan beberapa lembar uang dua ribuan. Dia membayar hutang karena kemarin dia kehabisan bensin dan tak membawa uang. Pemilik pom mini menolak uang tersebut karena memang niatnya ingin menolong. Si lelaki bersikeras. Namun akhirnya menerima kebaikan pemilik pom mini. Bisa saja si lelaki itu tak usah datang, bukan? Apalagi nominal rupiahnya tak seberapa. Tetapi dia tetap kembali untuk membayar yang menurutnya hutang.

Ketiga adalah kejadian beberapa tahun yang lalu ketika saya naik angkot. Ada seorang penumpang yang turun dan membayar kepada supir. Namun dia tidak menggunakan uang pas sehingga supir kesulitan memberi kembalian. Akan tetapi seorang penumpang di kursi depan (sebelah sopir) langsung tanggap dengan inisiatifnya yang solutif dengan mengucapkan, “sudah Bu, nanti saya bayarin aja sekalian.”

Seandainya ketiga kejadian nyata di atas dijadikan sepotong adegan dalam drama, tentu menjadi bagian yang sangat sarat makna.

Menulis adalah cara mengingat dan menyimpan kenangan. Walaupun konsekuensinya adalah suatu saat nanti akan kehilangan waktu karena akan membacanya kembali. Wkwkwk. Namun, walau menghabiskan waktu, kegiatan mengenang kenangan adalah kegiatan yang menyenangkan. Dan juga, kegiatan mengenang kenangan, sering kali menjadi sepotong adegan dalam drama.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER