WARGASERUJI – Seorang kepala desa ditahan karena memprakarsai penjualan bibit oleh kelompok tani di desanya. Apa yang dilakukan olehnya cukup inovatif. Undang undang ternyata memenjarakan petani inovatif ini.
Seperti yang sudah menjadi pemberitaan di berbagai media, Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, Aceh, Munirwan, ditersangkakan memproduksi dan mengedarkan benih padi tanpa disertifikasi dan diberi label.
Bibit padi tersebut awalnya berasal dari bantuan Pemerintah Aceh untuk petani lewat program Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Aceh (LPMA) pada akhir 2017 lalu. Setelah penanaman pertama selesai dan hasilnya dipandang bagus, maka para petani menyimpan dan menjualnya. Padi yang disimpan digunakan sebagai bibit untuk penanaman selanjutnya.
Desa yang dipimpin Munirwan sendiri terpilih menjadi juara II Nasional Inovasi Desa berkat pengembangan bibit padi tersebut. Selanjutnya, masyarakat kemudian membentuk usaha bersama untuk menyalurkan bibit padi unggulan mereka.
Undang Undang Pro Siapa?
Berdasar undang undang, inovasi Munirwan berpotensi sebagai pidana. Karena itu, Munirwan ditahan, walau selanjutnya beberapa pihak meminta penangguhan penahanan termasu Pemprov Aceh.
Pertanyaannya, sebenarnya undang undang itu dibuat untuk melindungi siapa?
Munirwan jelas melanggar Undang undang. Tapi, dirinya punya niat baik untuk rakyat di desanya. Apakah niat baik dan inovasif ini perlu dipotong dengan tindakan hukum?
Kalau semangat undang undang untuk melindungi kepentingan rakyat, seharusnya pihak yang berwenang tidak buru-buru melakukan tindakan hukum. Mengapa tidak didampingi, diberi pengarahan, diberi masukan, atau bahkan bekerjasama dengan dinas untuk sertifikasi dan pemberian label?
Kecuali kalau sudah dilakukan pendekatan, namun tetap membandel hanya untuk meraup keuntungan pribadi, maka memang perlu ditegasi dengan penegakan hukum. Namun, dilihat dari riwayatnya yang desanya telah memenangkan penghargaan tingkat nasional, sepertinya ada sesuatu yang terjadi dibalik itu.
Walau hanya dugaan ada sesuatu, yang jelas Indonesia sudah bukan produsen beras di dunia. Bahkan, menjadi negara importir. Bukankah ini tanda buruknya sistem pertanian? Benarkah ada mafia pangan yang terlibat?
Memang, pengendalian bibit harus dilakukan. Masalahnya, siapa yang kemudian yang memproduksi bibit secara massal? Mengapa hasil panen padi akhir-akhir ini tak pernah membuat Indonesia menjadi lumbung padi dunia? Mengapa petani tetap jadi pihak yang paling banyak menerima dampak ekonomi?
Undang undangnya yang keliru atau pemerintah yang salah menerapkannya? Semua pertanyaan ini perlu dilontarkan agar menjadi perhatian semua pihak, termasuk DPR yang membuat undang undang, dan pemerintah yang melaksanakan undang undang. Agar, jangan sampai lagi undang undang ternyata memenjarakan rakyatnya sendiri yang berniat baik.