WARGASERUJI – Pada tahun 70-an hingga 90-an terkenal istilah “sepak bola gajah” di pertandingan bola di tanah air. Istilah ini diambil dari pertunjukan sirkus yang menampilkan beberapa gajah sedang main bola. Tentu agar ramai, sudah diatur oleh pawang gajah supaya masing-masing gajah bisa silih berganti memasukkan bola ke gawang lawan. Siapa yang menang sudah diatur oleh sang pawang.
Bak sepak bola gajah, era 70 hingga 90-an, pertandingan sepak bola di tanah air marak diwarnai praktik pengaturan skor. Siapa yang menang sudah diatur. Bahkan sampai skornya diatur sedemikian rupa. Makanya, di lapangan sering terlihat seorang pemain bola bertingkah seperti pemain sirkus. Kadang saat bola sudah dekat gawang, seorang pemain pura-pura lakukan pelanggaran sepaya wasit bisa berikan pinalti kepada lawan. Sudah begitu, si kiper pura-pura salah membaca arah bola. Akhirnya, dengan mudah bola masuk gawang. Adegan berikutnya sudah diatur oleh sutradara pertandingan bola.
Era 70 hingga 90-an, jadi saat booming pertandingan sepak bola “pura-pura” karena waktu itu judi togel juga masih ramai dan legal. Termasuk judi sepak bola juga diam-diam berkembang. Para petaruh yang punya uang banyak saling mempengaruhi para manajer dan pemain bola agar hasilnya sesuai dengan keinginan petaruh bola. Siapa yang paling kuat membayar, maka klub yang didukungnya yang akan dimenangkan.
Akhirnya, masyarakat para pecinta bola menjadi bosan menyaksikan pertandingan sepak bola yang sudah diatur hasilnya.
Sebagian masyarakat yang menginginkan pertandingan sepak bola berkualitas meminta agar sepak bola gajah diberantas dari pertandingan sepak bola di tanah air.
Selama masih ada sepak bola gajah, maka tidak akan pernah ada pertandingan yang berkualitas. Selama itu pula tidak akan pernah ada pemain yang benar-benar berkualitas. Jika muncul pemain-pemain yang berbakat, pada akhirnya tidak akan berkembang menjadi pemain besar. Bakat mereka akan mati sejak dini oleh rayuan sejumlah uang sehingga mereka tak perlu susah payah benar-benar main bola. Wal hasil, sangat pantas di pentas pertandingan sepak bola tingkat internasional, prestasi Indonesia sangat minim.
Harapan prestasi
Di era tahun 2000-an, judi togel sudah dilarang. Sepak bola gajah pun sudah mulai berkurang. Era ini ditandai dengan banyak bermunculan klub sepak bola yang didanai dari APBD. Banyak pemerintah daerah menjadi sponsor klub sepak bola di daerahnya. Pemda yang punya uang banyak karena APBD-nya besar mendominasi membeli pemain-pemain bola berbakat termasuk impor pemain asing. Tak jarang untuk mengurus bola, dana APBD tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya kasus korupsi penyimpangan dana APBD yang digunakan untuk sepak bola banyak terjadi di pemda.
Pada perkembangannya, pemerintah pusat melalui aturan yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri mulai membatasi pendanaan klub sepak bola dari APBD. Bantuan hibah untuk klub sepak bola diberikan melalui KONI.
Masyarakat penggemar sepak bola mulai berharap banyak muncul prestasi sepak bola di Indonesia. Apalagi pemerintah tidak segan memberikan perhatian berupa pemberian anggaran untuk kemajuan olah raga, termasuk sepak bola melalui APBN dan APBD yang disalurkan melalui KONI.
Harapan itu mulai menjadi kenyataan dengan munculnya bakat-bakat muda para pemain PSSI usia 18 hingga 21 tahun. Beberapa prestasi di tingkat ASEAN yang diperoleh PSSI muda juga cukup melegakan. Namun, harapan itu menjadi kian sirna ketika melihat permainan PSSI senior dan pertandingan Liga di Indonesia. Prestasi yang diharapkan tak kunjung muncul, bahkan di tingkat ASEAN makin kalah dengan negara-negara yang kemajuan sepak bolanya jauh di belakang Indonesia beberapa tahun lalu. Vietnam menjadi contoh negara yang kualitas sepak bolanya maju dengan pesat mengalahkan Indonesia.
Beberapa waktu terakhir, dunia persepakbolaan di tanah air dikejutkan dengan laporan sejumlah pengaturan skor pertandingan sepak bola. Rupanya, informasi diam-diam, segala dugaan yang umumnya berkembang secara bisik-bisik dan banyak yang tak percaya tentang masih adanya sepak bola gajah di era sekarang, benar-banar terjadi. Bukan isapan jempol belaka.
Bukti pengaturan skor
Langkah pemerintah membentuk Satuan Tugas Mafia Bola patut diapresiasi. Beberapa gebrakan untuk mengungkap mafia bola mulai menunjukkan hasil. Beberapa bukti dugaan praktik sepak bola gajah diperoleh. Sejumlah pihak sudah dimintai keterangan dan menjadi tersangka.
Puncaknya, Satgas Mafia Bola telah menetapkan Plt. Ketua Umum PSSI Joko Driyono menjadi tersangka mafia bola. Di rumahnya ditemukan bukti sejumlah dokumen mengenai dugaan praktik pengaturan skor pertandingan dan sejumlah bukti transfer uang, termasuk uang tunai Rp300 juta.
Sangat memprihatinkan. Jelas, sangat mengenaskan masih ada praktik sepak bola gajah di era modern ini. Di era negara-negara lain sudah makin maju prestasi sepak bolanya, di Indonesia masih berkutat dengan mafia sepak bola, pengaturan skor pertandingan, dan barangkali praktik korupsi dana negara oleh para oknum pengurus organisasi sepak bola.
Penuntasan kasus mafia bola harus jadi momentum untuk membersihkan olah raga sepak bola dari tangan-tangan kotor oknum pengusaha dan penguasa sepak bola. Tidak ada gunanya program pencetakan bibit pemain sepak bola berbakat jika mafia sepak bola masih berkeliaran.
Di era modern, sungguh sangat primitif jika praktik sepak bola gajah masih ada di Indonesia. Mau kapan bisa berprestasi di kancah internasional jika masih begitu?
Oleh: Gunarwanto, analis kebijakan publik dan penggemar sepak bola.