Liberalisme menjadi perdebatan tak kunjung usai antara penentang paham tersebut hingga penganutnya yang secara sadar dan bangga sampai penganutnya yang menafikan dirinya sendiri liberal. Bahkan ada banyak orang yang menganggap bahwa liberalisme adalah omong kosong yang tidak berarti apapun, hanya sekedar khayalan belaka. Ada juga orang yang walaupun tidak membenarkan paham liberal, mereka malah menyalahkan orang yang menentang paham liberal.
Maka di sini, saya tidak menuliskan tentang teori liberalisme dan kawanannya. Namun realitas bahwa paham liberalisme melahirkan sikap dan pandangan muslim yang semakin menjauh agamanya.
Bagaimana bisa?
Kaum liberalis yang kebanyakan alumni pondok pesantren yang dianggap paham ilmu agama islam dengan baik, mereka menyebarkan pemikiran kaum orientalis dengan sangat baik. Mereka tampil dengan gaya intelek dan merakyat. Sehingga tanpa sadar, pemikiran-pemikiran orientalis yang menyimpang telah tersebar dan meresap kepada kaum muslimin secara umum.
Contohnya seperti apa?
Ketika para liberalis memaksa muslim mengucapkan selamat natal kepada kaum nasrani. Ketika mereka memaksa muslim mengenakan atribut agama lain. Ketika mereka melegalkan hubungan sesama jenis. Ketika mereka melegalkan hubungan pacaran diluar ikatan pernikahan. Ketika mereka begitu gencar menolak syariat poligami. Ketika mereka memaksa melegalkan miras dan pornografi dengan bahasa yang sangat halus. Hingga yang paling lembut adalah tentang hijab bagi muslimah bukanlah kewajiban. Dan masih banyak lagi lainnya. Pemikiran yang kemudian diyakini dan diikuti tanpa sadar oleh banyak kaum muslimin.
Hal-hal bagi muslim yang dilarang oleh Allah mereka bahasakan dengan begitu halusnya untuk dilanggar oleh muslim sendiri. Ambil saja contoh soal hijab bagi muslimah. Berhijab adalah kewajiban yang tak bisa ditawar bagi muslimah baligh nan waras. Namun mereka, dengan berbagai retorika, membuat seakan-akan hijab bukanlah kewajiban bagi muslimah. Mereka mengatakan mulai dari secara terang-terangan bahwa hijab adalah budaya hingga kalimat halus di tengah-tengah kalimat baik lainnya, yang tanpa sadar menggiring pemikiran orang bahwa tidak masalah tidak berhijab asalkan bla bla bla.
Contoh nyata yang telah penulis temui adalah tulisan reklame di depan sebuah masjid yang penulis lihat ketika mampir sholat pada tanggal 21 Desember 2018.
“Meskipun kau belum berhijab,
Sholatlah
“Sebesar apapun dosamu,
Sholatlah
“Walau apapun yang terjadi dalam hidupmu,
Sholatlah
“Dengan sholat, kau bisa memperbaiki dirimu.
“Dengan sholat, Allah akan memberi petunjuk kepadamu.
Demikianlah tulisan di reklame, secara halus menggiring pemikiran bahwa tidak masalah tidak menggunakan hijab asalkan sholat. Padahal, bagi muslimah, sholat dan hijab adalah kewajiban yang tidak dapat saling menggantikan. Keduanya harus dilaksanakan. Jadi seharusnya tidak ada kalimat “tidak masalah belum berhijab asalkan sholat” maupun sebaliknya “tidak masalah belum sholat asalkan berhijab”.
Apakah ini berlebihan jika mengaitkannya dengan liberalisme? Bisa jadi. Namun Allah telah berfirman dalam Quran surat Al-Munaafiquun, ayat 4 yang artinya:
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiaptiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?”
Dan juga dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 120 yang artinya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”


 
                                    


Paham yg benar itu adalah paham yg memberi kesejahteraan dan keadilan.