SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Deklarasi #2019GantiPresiden Pekanbaru, Dijamin oleh Konstitusi

Deklarasi #2019GantiPresiden Pekanbaru, Dijamin oleh Konstitusi

Rencananya pada tanggal 26 Agustus 2018, akan diadakan kegiatan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden di Kota Pekanbaru, namun terancam batal. Seiring beredarnya Surat Rekomendasi Izin Keramaian dari Kapolresta Pekanbaru kepada Direktur Intelkam Polda Riau tertanggal 21 Agustus 2018 yang isinya Tidak Mengizinkan untuk diberikan Surat Izin Keramaian kegiatan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden yang akan mengambil tempat di Tugu Pahlawan jalan Diponegoro, Pekanbaru.

Tentu saja ada pertanyaan-pertanyaan yang akan terlontar, diantaranya:

1. Apakah Polisi salah karena tak memberi izin?

2. Apakah Deklarasi Gerakan #2019GantiPresiden salah sehingga tak diberi izin oleh Polisi?

Mari kita jawab satu persatu pertanyaan diatas. Pertanyaan pertama jawabnya, Tidak Salah. Kepolisian bertugas melaksanakan perintah menjalankan aturan. Tugas Polisi sesuai dengan aturan-aturan yang ada.

Dalam hal ini, Kepolisian menjalankan perintah dari PP Nomor 60 Tahun 2017 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN KERAMAIAN UMUM, KEGIATAN MASYARAKAT LAINNYA, DAN PEMBERITAHUAN KEGIATAN POLITIK.

Menurut seorang teman almamater saya, seorang Magister Hukum dari Unilak Pekanbaru yang bernama Tata Haira, kewenangan Polri dalam UU Nomor 2 Tahun 2002, salah satunya menjaga keamanan dalam negeri. Polri sebagai institusi yang menyelenggarakan dan menjamin terciptanya keamanan dalam negeri akan melakukan analisis terhadap rencana kegiatan apapun, yang meliputi potensi gangguan, ancaman gangguan dan ancaman faktual.

Jadi apa yang dilakukan Kepolisian sudah sangat tepat berdasarkan aturan tersebut.

Lalu untuk menjawab pertanyaan kedua, mari kita buka UUD NRI 1945 Pasal 28E (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”

Isi pasal dalam konstitusi kita tersebut adalah hasil Amandemen terakhir yang hadir tanpa penjelasan. Sehingga isi pasal-pasal dalam konstitusi dianggap sudah jelas tanpa ada lagi tafsiran macam-macam.

Kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin oleh konstitusi. “Bebas” artinya memiliki hukum asal yaitu “Boleh”.

Jika asalnya boleh, maka tidak perlu “Izin” untuk membolehkannya. Jadi tak ada satu lembaga pun di negeri ini yang dapat mengubah hukum dasar tersebut.

Lalu kira-kira apa yang membuat Kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat menjadi tidak boleh?

Yang dimaksudkan disini bukan seperti dalam pasal 3 PP 60/2017 yaitu mengenai keramaian masyarakat, tontonan umum dan arak-arakan yang memerlukan Izin untuk melaksanakannya.

Tapi ini adalah kegiatan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden yang terindikasi bermuatan Politik maka masuk kedalam pasal 16 PP 60/2017 dan hanya diwajibkan untuk membuat Pemberitahuan kepada Kepolisian.

Seorang teman almamater saya lainnya yang bernama Donny Warianto, sependapat dengan saya. Bahkan dia berkata, jika memang sudah diatur pada UUD NRI 1945, tidak sekonyong-konyong PP 60/2017 ini bisa mengenyampingkan pasal 28E pada konstitusi kita.

Lanjutnya lagi, polisi seharusnya menindak lanjuti pemberitahuan kegiatan tersebut dengan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dari segi pengamanan akan adanya ganguan dari pihak diluar peserta deklarasi.

Nah, kata teman saya Tata Haira lagi, kebebasan yang dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945 tidak mutlak dapat diberikan begitu saja, namun pelaksanaan hak kebebasan tersebut juga terkait dengan hak-hak kebebasan masyarakat lainnya, norma, dan aspek keamanan. Hal inilah yang menjadi dasar dan pertimbangan dari perjabat Polri dalam menerbitkan izin keramaian.

Namun begitu, saya menambahkan bahwa kegiatan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapatnya tidak melanggar hukum tapi malah dijamin oleh konstitusi, dan apabila ada yang melanggar hukum diluar kegiatan pasal 28E UUD NRI 1945 dan yang dimaksud dalam pasal 16 PP 60/2017, maka Kepolisian berhak dan wajib melakukan tindakan tegas, baik kepada pelaku kegiatan maupun pihak “luar” yang berusaha mengganggu kegiatan tersebut.

Kegiatannya saja belum dilaksanakan, lalu darimana Kepolisian menjadi yakin bahwa kegiatan tersebut akan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat dengan potensi melanggar hukum? Padahal kegiatan itu dijamin dalam konstitusi.

Tidak ada yang salah disini, Kepolisian hanyalah menegakkan aturan hukum yang ada berupa PP 60/2017, tapi mungkin penggunaan Pasal 3 dalam PP 60/2017 tersebut kurang tepat.

Dimana seharusnya yang digunakan adalah Pasal 16 PP 60/2017 mengenai kegiatan politik dan sesuai dengan Ruh Pasal 28E UUD NRI 1945.

Begitulah kira-kira hasil diskusi kami di Kopi Roni, Kota Pekanbaru.

Salam NKRI, Merdeka!

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

8 KOMENTAR

  1. Masyarakat harus mulai mengambil partisipasi dalam bernegara dengan memahami aturan-aturan bernegara. Jangan hanya mengikuti yang kebenarannya belum dapat dibenarkan.

  2. Saya sependapat dengan tata haira.. Polri dalam memberikan izin tentunya sudah melakukan kajian dan analisis terhadap potensi kerawanan acara tsb.

    Terkait tidak diberikan izin oleh Polri bukan berarti kegiatan tersebut ditolak atau Polri tidak mengakomodir HAM warga negara akan tetapi artinya kegiatan tersebut ada permasalahan yg menyangkut keamanan, hal ini masih bisa di koordinasikan dengan Polri apakah kegiatan ditunda waktunya atau dilakukan di tempat lain seperti di tempat tertutup.

    Kegiatan tetap bs dilaksanakan walau tidak mendapat izin dari Polri.. itu sebagai bentuk polri sangat mendukung HAM… namun kalau terjadi sesuatu dalam pelaksanannya nanti Polri juga tidak disalahkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER