WARGASERUJI – Dalam dunia militer kita mengenal istilah sniper, yaitu prjaurit infanteri yang terlatih secara khusus dengan kemampuan membunuh musuh secara tersembunyi dari jarak jauh dengan menggunakan senapan.
Di dunia medis juga ada sniper yang selalu mengintai dan siap membunuh sewaktu-waktu tanpa penderita merasa terancam. Di dunia medis sniper diistilahkan lebih vulgar yaitu sebagai “silent killer desease”, bedanya jika sniper tugasnya menembak/membunuh musuh, “silent killer desease” justru musuh yang siap membunuh penderitanya.
Si “silent killer” ini bekerjanya halus sekali sampai-sampai penderita tidak merasa terancam. Bahkan, ketika dokter sudah memberikan edukasi bahwa ada “sniper” dalam tubuh pasien pun ada yang tetap kekeuh tak menuruti saran dokter bahkan menolak diobati karena merasa dia baik-baik saja.
Hari ini dua kali saya mendiagnosa silent killer yang ancamannya sudah sangat nyata, bisa disebut kondisi pasien sudah mengkhawatirkan tapi pasien merasa nggak ada masalah serius dalam tubuhnya.
Kasus pertama, pasien kadar gula darahnya diatas 600 mg/dl, hal ini jika tidak segera diatasi bisa mengakibatkan pasien jatuh dalam kondisi koma hyperglikemik. Pasien ini unik, dia hanya ingin periksa kadar gula darahnya tapi tidak mau diobati.
Dia sudah 10 tahun terdiagnosa DM dan minum obat rutin sehingga tidak ada kompilkasi pada dirinya. Namun 6 bulan terakhir entah atas bujukan siapa atau mungkin atas kemauannya sendiri dia memilih berhenti mengkonsumsi obat dari dokter dan beralih ke obat non medis.
Karena 6 bulan terakhir dia merasa baik-baik saja tidak merasakan keluhan yang berarti, dia makin percaya bahwa pilihan untuk berhenti berobat medis sudah benar. Dia datang hanya dalam rangka ingin tahu berapa kadar gula darahnya. Dan anehnya ketika tahu kadar gula darahnya tinggi dia tetap tenang-tenang saja dan tidak bersedia saya berikan resep.
“Saya tidak mau minum obat, percuma kalau dokter mau kasih saya obat karena pasti tidak akan saya minum,” katanya menolak.
Padahal dalam SOP di fasilitas pelayanan kesehatan kami, kadar gula darah pasien di atas 550 mg/dl sudah dikategorikan hasil pemeriksaan labooratorium yang kritis. Sehingga, jika petugas laboratorium menemukan hasil pemeriksaan di atas 550 mg/dl dia berkewajiban segera lapor ke dokter sehingga dokter bisa segera cepat menangani menurunkan kadar gula darahnya.
Sebagai bentuk tanggungjawab moral saya tetap berusaha mengedukasi pasien agar mau diobati dengan menjelaskan resiko-resiko yang akan terjadi bila tidak diobati. Resiko ulkus, gagal ginjal, buta, koma. Namun dia tak bergeming dan yakin bahwa dirinya akan baik-baik saja.
Akhirnya saya menyodorkan formulir penolakan meneruskan pengobatan untuk ditanda tangani pasien sebagai bukti kami sudah bekerja sesuai SOP. Sehingga, kalau terjadi sesuatu nantinya pada pasien kami tidak dituntut secara hukum, ataupun misal dituntut kami sudah punya bukti bahwa pasien menolak diobati.
Kasus kedua, pasien datang dengan tensi darah 250/115 mmHg, keluhannya ringan, sedikit rasa tidak enak di leher bagian belakang. Sebelumnya pasien ini merupakan pasien rutin kontrol berobat dan tensi darahnya sudah terkontrol baik, kisaran 130-140 mmHg. Dia 3 bulan ini tidak kontrol denagn alasan karena dia tidak merasakan keluhan yang berarti.
Saya sarankan untuk dirujuk ke dokter spesialis di Rumah Sakit, dia menolak. Walaupun sudah saya edukasi resiko tinggi mengalami stroke, namun dia ingin saya saja yang mengobati, tetapi saya tidak bersedia. Saya hanya melakukan pertolongan pertama dengan memberikan terapi obat penurun tensi untuk sekali dosis.
Setelah disodorkan formulir penolakan untuk dirujuk, dia akhirnya memutuskan untuk tidak tanda tangan dan bersedia dirujuk. Alhamdulillah
Penyakit DM dan hipertensi adalah dua contoh penyakit “silent killer”. Koma hyperglikemik maupun stroke merupakan kondisi yang bisa menyebabkan kematian.
Indahnya menjadi dokter itu bila merasa bisa menerapkan ilmu untuk mencegah resiko yang secara teori sangatlah fatal yaitu kematian. Semoga Allah memberikan pahala atas usaha para dokter untuk mencegah terjadinya kematian. Amin YRA.
”Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi” ( QS Al Maidah ayat 32)
Menurut keterangan Ustadz Abdul Somad (UAS) ayat tersebut berlaku bukan hanya untuk Bani Israil tapi berlaku untuk seluruh umat manusia. Dan bersyukurlah yang berprofesi sebagai dokter, karena anda punya banyak kesempatan untuk bisa menyelamatkan kehidupan manusia atas ijin Allah.