Ferry Koto, netizen yang sering menyoroti masalah pilitik dan hukum dalam akun medsosnya, merasa heran dan bingung dengan keterangan polisi terkait awal mula kasus dugaan korupsi dana Kemah dan Apel Pemuda Islam yang menyeret nama Dahnil Ansar.
“Saya agak heran dan bingung menyimak keterangan kepolisian terkait awal mulanya kasus dugaan korupsi dana Kemah dan Apel Pemuda Islam yang merupakan program dari Kemenpora dan inisiatif dari Menpora Cak Imam Nahrowi,” tulis ferry di akun Facebooknya pada Sabtu (24/11/2018)
Pada Jumat (23/11/2018) Kepala Subdit Tipikor Reskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Bhakti Suhendarwan dalam keterengannya kepada media, usai memeriksa Dahnil mengatakan bahwa ditemukannya indikasi tindak pidana korupsi penggunaan anggaran SETELAH penyidik melakukan pemeriksaan BERSAMA BPK.
Menurut Ferry hal ini mengherankan jika ditinjau dari tugas dan tata cara kerja BPK, khususnya yang diatur di pasal 8 ayat 3 UU Nomor 15 tahun 2006 Tentang BPK.
Berikut tulisan lengkapnya:
Saya agak heran dan bingung menyimak keterangan kepolisian terkait awal mulanya kasus dugaan korupsi dana Kemah dan Apel Pemuda Islam yang merupakan program dari Kemenpora dan inisiatif dari Menpora Cak Imam Nahrowi
Kepala Subdit Tipikor Reskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Bhakti Suhendarwan dalam keterengannya kepada media, pada Jumat kemarin, usai memeriksa Dahnil mengatakan bahwa “ditemukannya INDIKASI tindak pidana korupsi penggunaan anggaran SETELAH penyidik melakukan pemeriksaan BERSAMA BPK”.
Agak mengherankan untuk saya keterangan ini, ditinjau dari tugas dan tata cara kerja BPK, khususnya yang diatur di pasal 8 ayat 3 UU Nomor 15 tahun 2006 Tentang BPK.
Berpegang pada keterangan Bhakti tersebut, maka bisa diartikan penyidik Polda Metro telah melakukan proses pro justitia berupa PENYELIDIKAN sebelum melibatkan BPK. Baru setelah melibatkan BPK (audit investigatif) mereka menemukan indikasi perbuatan PIDANA.
Nah, kalau betul keterangan tersebut, pertanyaan pertama, siapa yang membuat LAPORAN adanya dugaan penyimpangan penggunaan anggaran tersebut ke Polisi? Sehingga polisi menerbitkan surat perintah dimulainya PENYELIDIKAN SP. Lidik/1524/XI/RES.3.3./2018/Dit Reskrimsus ?
Artinya ada pihak diluar BPK yang mengetahui dugaan adanya penyimpangan tersebut, padahal kejadiannya pada tahun anggaran 2017 yang tentunya sudah diaudit BPK.
Pertanyaan kedua, Apakah BPK dalam auditnya di Kemenpora terhadap anggaran 2017 tidak mengetahui adanya penyimpangan tersebut? Dan baru tahu adanya penyimpangan setelah diajak penyidik melakukan audit (investigatif?) ?
Ini ganjil….. Merujuk UU BPK.
Prinsipnya, Polisi tidak mungkin memulai melakukan PENYELIDIKAN atas perkara dugaan pidana, jika tidak didahului adanya TEMUAN atau LAPORAN.
Sementara dalam hal anggaran negara, kepolisian bukanlah pihak PEMERIKSA penggunaan anggaran negara. Tak ada kewenangannya. Jadi ndak mungkin ujug-ujug polisi memeriksa anggara negara (Kemenpora) sehingga mendapatkan TEMUAN. Pasti ada LAPORAN.
Kalau misal keterangan Bhakti itu “Slip of tounge” bahwa BPK lah maksudnya yang memberikan LAPORAN adanya dugaan penyimpangan dan kemudian dilakukan pendalaman dengan audit investigatif sehingga disimpulkan ada dugaan tindak pidana. Maka, jika merujuk ke pasal 8 ayat (3) UU 15/2006, juatru ini malah lebih janggal lagi.
Whats wrong BPK?
Janggalnya, BPK sudah menyelesaikan pemeriksaan anggaran Kemenpora Semester II 2017. Dan BPK pada Juli 2018 justru memberikan status WAJAR DENGAN PENGECUALIAN (WDP) terhadap anggaran Kemenpora tersebut (tentu termasuk anggaran Kemah Pemuda Islam yg dilaksanakan Desember 2017).
Sesuai pasal 8 ayat (3) UU BPK, jika auditor menemukan unsur pidana dalam pemeriksaan maka wajib melaporkan pada instansi yang berwenang dalam hal ini aparat penegak hukum, polisi diantaranya.
Tapiiii,… Di pasal 8 ayat (3) itu juga dengan tegas diatur, bahwa auditor harus melaporkan paling lama 1 BULAN dari sejak ditemukan adanya unsur Pidana.
Misal ditemukannya fabruari 2018 saat audit maka mestinya kasus dugaan penyimpangan Kemah Pemuda Islam ini sudah harus dilaporkan paling lambat Maret 2018. Tapi faktanya tak ada satupun berita hingga November 2018 ada pelaporan kasus ini. Faktanya malah pada Juli 2018 Kemenpora dapat opini WDP dari BPK.
Jadi, tipis kemungkinan mulainya proses penyelidikan kasus ini berdasarkan temuan BPK yang dilaporkan ke Polisi. Karena nyata-nyata pelanggaran dilakukan auditor BPK jika tak melaporkan dalam waktu sebulan, bisa dipidana.
Lagipula, jika temuan ini ditemukan BPK mestinya yang jadi “terduga” tentu Kemenpora, karena mereka pengguna anggaran, bukan PM atau Ansor, sebagai pelaksana kegiatan yang apalagi diminta Kemenpora. Beda lagi jika ada yang melapor, dan mempunyai bukti bahwa anggaran yang diterima PM, misal, digunakan tidak sesuai pertanggungjawabannya. Kalau kasus laporan begini, ndak perlu libatkan BPK audit.
Menurut saya, harus dibuka terang dulu darimana asal muasal penyelidikan kasus ini. Agar tidak menimbulkan praduga-praduga, yang bisa memanaskan tahun politik ini.
Darimana polisi memperoleh data permulaan adanya dugaan penyimpangan anggaran Kemah Pemuda Islam tersebut?
—-0000—-
Intinya berseberangan…
tambah aneh2 wae negriku
Sepertinya realisasi acara diset sesuai proposal yg dibikin Banser sehingga otomatis Laporan pertanggungjawaban dari Banser gak ada masalah sedangkan Laporan dari PP MU jadi kaco antara rencana dan realisasi jadi laporan inilah yg jadi sasaran tembak, langkah PPMU mengembalikan uang utk acara tsb adalah langkah yg tepat karena realisasi acaranya tidak sesuai proposal yg mereka buat dan langkah ini perlu diapresiasi krn tidak mau membebani keuangan negara bahkan bisa dianggap sumbangan dari PPMU utk Negeri.
Apa polisi nya yg perlu diperiksa?
Tapi siapa yg berani memeriksa nya?
Apa harus menunggu ganti presiden?
Kelamaan…
Aneh tapi nyata…
Paling nunggu nanti diakhirat,,, semua diperiksa dan diadili seadil adilnya.