WARGASERUJI – Baper adalah istilah orang sekarang. Singkatan dari kata “bawa perasaan”. Orang yang suka bawa perasaan disebut dengan baperan. Sepertinya masalah sederhana, namun bisa gagal bisnis gegara baperan.
Bisnis itu butuh relasi. Kalau sedikit-sedikit baper, rusak itu relasi. Biasanya, baper terjadi kalau terkait urusan pribadi. Maka, pantang urusan pribadi relasi dicampuri, seburuk apapun itu. Tak heran, banyak bisnis dalam keluarga atau saudara yang tidak berumur lama, tidak¨ lain karena melibatkan perasaan yang berlebihan.
Bisnis jelas butuh pelanggan. Ungkapan “pelanggan adalah raja” ada benarnya. Pelanggan akan segera “minggat” ketika melihat raut muka tak menyenangkan. Namun, mudah terikat ketika disuguhi wajah menyenangkan. Baper? Sumber petaka bisnis, kecuali jadi ahli menyembunyikan perasaan.
Orang baper cenderung membicarakan orang lain. Ini jadi masalah kepercayaan, karena begitu mudahnya membuka rahasia. Bisnis tanpa kepercayaan? Mustahil.
Bagaimana agar tidak mudah baper? Jawabnya, pengalaman. Suatu kejadian yang baru biasanya melibatkan perasaan. Kalau kemudian kejadian itu berulang dan berulang, maka lama-lama dianggap lumrah.
Mungkin, inilah mengapa banyak orang mengatakan bahwa rahasia bisnis itu dengan langsung terjun tanpa kenal menyerah. Setelah mengalami jatuh bangun berulangkali, mental terbentuk menjadi orang yang tak mudah baper.
Adakah manusia yang sejak lahir punya mental tanpa baper sama sekali? Kemungkinan besar tidak ada. Manusia makhluk berperasaan.
Apakah manusia bisa menghilangkan perasaan sama sekali? Kemungkinan besar, juga tidak akan ada yang bisa. Yang paling mungkin mereduksinya, atau memilah-milah hanya pada persoalan tertentu saja perlu membawa perasaan. Jadi, kalau ada sesuatu gegara baperan, tidak memberi dampak yang berat bagi diri sendiri.