WARGASERUJI – Sudah disebut dalam ayat sebelumnya terkait keharaman berlaku syirik, durhaka kepada orangtua, membunuh dan berlaku keji. Sedangkan disebut di ayat ini keharaman memakan harta anak yatim dan berlaku curang dalam timbangan.
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat(kalian), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian ingat. (QS Al An’am:152)
Hukum harta anak yatim memang perlu ditetapkan. Seperti hukum waris, dalam harta anak yatim perlu ada garis yang tegas agar tidak ada campur tangan hawa nafsu di dalamnya. Hukum ini berisi hikmah besar bahwa Allah hendak menjamin rezeki kepada hamba-hambanya yang rawan teraniaya.
Kemudian Allah juga menetapkan hukum agar berlaku adil dalam takaran dan timbangan. Tidak boleh ada satu orang pun menganiaya orang lain hanya demi keuntungan dengan cara curang.
Masalah presisi takaran dan timbangan yang mungkin menimbulkan kesalahan, bisa dimaafkan asalkan niatnya benar. Allah tidak membebani di luar kesanggupan manusia.
Tantangan berbuat adil itu ketika sudah melibatkan kerabat. Seringkali, karena kerabatlah keputusan jadi memihak dan tidak adil. Untuk itulah Allah memerintahkan, agar manusia ingat kelemahan dirinya.
Semua perintah Allah adalah bagian dari janji-Nya. Barangsiapa yang menjalankannya, berarti dalam rangka memenuhi janji. Allah akan membalasnya di akhirat kelak.