Beberapa minggu terakhir ini cukup banyak berita mengenai persekusi kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden menghiasi berita di televisi dan media sosial. Masyarakat tentunya bertanya-tanya, apakah kegiatan tersebut salah atau benar? diperbolehkan oleh aturan atau tidak? konstitusional atau tidak?
Untuk menjawabnya, kita harus tau terlebih dahulu aturan mana saja yang terkait dengan Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum dimana berkaitan langsung dengan kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden atau deklarasi sejenis lainnya.
Setidaknya ada 3 aturan penting mengenai hal tersebut. Mari kita lihat satu-persatu.
1. Pasal 28E UUD NRI 1945
ayat (2): Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
ayat (3): Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
2. UU nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum
3. PP No. 60 tahun 2017 tentang tata cara perizinan dan pengawasan kegiatan keramaian umum, kegiatan masyarakat lainnya dan pemberitahuan kegiatan politik
Norma Dasar dalam konstitusi mengandung hal-hal yang paling mendasar dalam bernegara. termasuk didalamnya terkandung “izin” dalam hal kebebasan menyampaikan pendapat sesuai dengan pasal 28E tersebut. walaupun sudah diberikan “izin” dalam hal kebebasan menyampaikan pendapat, namun tetap harus ada aturan mainnya. Sebab batasan hak kebebasan itu adalah hak kebebasan orang lain pula yang tak boleh dilanggar.
Oleh karena itu lahirlah UU 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum sebagai turunan dari Pasal 28E UUD NRI 1945. Dalam UU 9/1998 telah dinyatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Bentuk penyampaian pendapat dimuka umum itu berupa Unjuk Rasa, Pawai, Rapat Umum dan Mimbar Bebas.
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas serta memperoleh perlindungan hukum tetapi dengan syarat wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak Kepolisian oleh penanggungjawab kegiatan tersebut selambatnya 24 jam sebelum acara. Jika beberapa persyaratan tak dipenuhi maka kepolisian dapat membubarkan kegiatan tersebut.
Jika kita baca dari aturan UU 9/1998 ini maka deklarasi #2019GantiPresiden maupun yang sejenisnya termasuk dalam kegiatan Rapat Umum dengan tema tertentu yang telah diatur dalam pasal UU tersebut.
Selain UU tersebut, ada Peraturan Pemerintah (PP) 60/2017 tentang tata cara perizinan dan pengawasan kegiatan keramaian umum, kegiatan masyarakat lainnya dan pemberitahuan kegiatan politik, adalah aturan turunan dari UU 9/1998
Ada 2 Ruang lingkup pengaturan dalam PP ini meliputi:
1. Tata cara perizinan dan pengawasan kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya.
2. Pemberitahuan kegiatan politik.
Yang dimaksud dengan bentuk kegiatan keramaian umum meliputi: keramaian, tontonan untuk umum dan arak-arakan di jalan umum. Setiap penyelenggara kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya yang dapat membahayakan keamanan umum wajib memiliki Surat Izin.
Yang dimaksud dengan bentuk kegiatan politik meliputi:
a. kampanye pemilihan umum
b. pawai yang bermuatan politik
c. penyebaran pamflet yang bermuatan politik
d. penampilan gambar atau lukisan yang bermuatan politik yang disebarkan kepada umum dan
e. bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Kegiatan politik yang akan dilaksanakan di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Pejabat Polri Yang Berwenang, tetapi jika kegiatan politik yang akan dilaksanakan di lingkungan sendiri tidak memerlukan pemberitahuan kepada pejabat Polri yang berwenang, kecuali kegiatan tersebut berpotensi dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, dinyatakan bahwa Kampanye Pemilihan Umum adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu. Tetapi Deklarasi Jokowi2Periode jelas masuk dalam kategori ini dan sepatutnya dilarang karena ada citra diri peserta pemilu.
Dengan demikian jika kita baca uraian diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa kegiatan #2019GantiPresiden bukanlah kegiatan Kampanye Pemilihan Umum yang hanya boleh dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja. Tetapi Deklarasi Jokowi2Periode jelas masuk dalam kategori Kampanye Pemilu dan sepatutnya dilarang karena ada citra diri peserta pemilu ditampilkan dalam tagar tersebut.
Jika bisa saya simpulkan juga, kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden adalah:
1. Kegiatan Pawai dan Rapat Umum yang dijamin dalam UU 9/1998
2. Kegiatan yang bernuansa politik berupa Pawai dan penyebaran pamflet yang dijamin oleh PP 60/2017
3. Kegiatan tersebut bukanlah Kampanye Pemilu yang hanya boleh dilakukan pada waktu tertentu saja dan kedua kegiatan ini hanya diwajibkan untuk melakukan Pemberitahuan kepada Polri secara tertulis. Tidak memerlukan izin.
Menurut seorang Dosen saya, mengatakan bahwa sesungguhnya pasal yang ada dalam UUD bukanlah dasar hukum dalam hal kebebasan menyampaikan pendapat, tetapi adalah sebagai perintah untuk membuat instrumen pengaturnya. Harusnya yang digunakan adalah UU karena dia bersifat Formal Gezet (terkandung norma yang berakibat kepada sanksi). UUD hanya norma dasar saja. Menurut Prof. Mahfud MD, tidak ada orang yang dapat dihukum karena melanggar pasal dalam UUD, tapi orang dapat dihukum jika melanggar pasal UU sebab norma yang bersifat perintah terdapat dalam UU, begitu katanya.
Memang benar apa yang disampaikan beliau diatas, dan saya hanya berpikir bahwa walaupun UUD hanyalah sebagai norma dasar yang tak memiliki sangsi, pastinya kalimat yang ada dalam pasal di UUD tersebut adalah sebagai jaminan konstitusi negara kepada warga negaranya dalam hal kebebasan yang tercantum didalam pasal tersebut, termasuk kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden yang dalam kenyatannya, kegiatan tersebut telah dilarang oleh aparat dilapangan dengan alasan untuk menjaga ketertiban dan mencegah bentrokan.
Menurut seorang rekan saya di #KopiRoni berpendapat bahwa kegiatan deklarasi dari tagar #2019GantiPresiden dan Jokowi2 Periode termasuk bentuk dari kampaye atau dukungan terhadap Oposisi dan Petahana. Jika demikian tidak tepat kita hukum dengan dalil kebebasan menyampaikan pendapat tapi lebih tepat dengan UU No. 7/2017 tentang Pemilu. Maka alangkah baiknya kedua kegiatan tagar ini menahan diri karena belum saatnya kampanye memberikan dukungan baik kepada petahana maupun oposisi.kegiatan tersebut bukanlah bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat dan kegiatan tersebut inkonstitusional karena dilakukan tidak pada waktu yang dimaksudkan dalam UU No. 7/2017.
Menurutnya lagi, aparat sangat tau akan pentingnya memelihara keamanan, jika dibiarkan justru akan menjadi potensi gangguan. Siapa yang paling bertanggung jawab nantinya kalau terjadi pertikaian terbuka? kalau ada korban nantinya siapa yang rugi?, kita sendiri yang rugi. Kawan-kawan yang katanya seperjuangan paling-paling 1 bulan bersimpati setelah itu korban dan keluarganya yang menanggung akibatnya, pemerintahan jalan terus dan dia akan dilupakan. justru melihat penomena ini membuatnya heran, mengapa setiap orang tidak bisa bersabar dalam politik?
Lain hal dengan seorang rekan saya yang lain yaitu Donny Warianto yang juga mahasiswa Pasca Sarjana di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, beliau mengatakan bahwa, Negara tidak boleh ambigu, jika memang inkonstitusional harus ditindak, jika memang belum diatur berarti bukan inkonstitusional tapi ada kekosongan hukum. Nah, kalau negara melalui aparatnya saja dalam hal yang dikategorikan inkonstitusional dan menurut pakar masih ragu-ragu mengambil tindakan, berarti negara dikuasai oleh pemimpin-pemimpin yang tidak berkompeten memahami konstitusi itu sendiri. Konstitusi adalah aturan bernegara, jika diluar aturan bernegara ada pergerakan diluar aturan itu maka harus ditindak ditindak, tapi jika memang dianggap belum ada pengaturan didalam sebuah produk hukum berarti legal dan itu dalam hukum dikategorikan kekosongan hukum. Disinilah peran negara melalui aparatnya mempertegas dan memperjelas. Bukan malah membuat bingung.
Ya begitulah, berbeda pendapat adalah hal yang biasa ketika kami berdiskusi di #KopiRoni Pekanbaru yang biasanya dilakukan sekitar jam 8 pagi ketika kami sarapan dan ngopi bersama.
Dalam hal Aparat keamanan memiliki pandangan lain mengenai kegiatan #2019GantiPresiden yang dianggap inkonstitusional, misalnya, lalu melakukan pembubaran atau pelarangan dengan alasan kemanan dan ketertiban ditengah masyarakat, rasanya tidak ada masalah. Namun masalah akan timbul jika aparat keamanan berat sebelah dalam menanganinya, ketika ada aksi dari Tagar yang berbeda lalu dibiarkan saja.
Terakhir yang perlu saya garisbawahi adalah dengan kata-kata, “Aparat Harus Adil dan Netral”. Apapun yang akan dilakukan aparat, hal adil dan netral itu yang wajib dipegang, kalau aparat kita sudah adil dan netral, maka aman lah negeri ini.
Demikianlah, perbincangan kami semakin panas, sambil minum secangkir #KopiRoni panas di Kota Pekanbaru. Merdeka!