Pencemaran tanah dan perairan akibat penggunaan plastik secara meluas telah menjadi isu global akhir-akhir ini. Beberapa tayangan video di Youtube tentang banyaknya kantong plastik di perairan bawah laut Bali bahkan viral ke seluruh dunia. Banyak pula kasus ikan Paus yang mati karena memakan plastik. Belum lagi plastik yang ditumpuk di TPA yang sulit diuraikan oleh bakteri, bahkan untuk ratusan tahun lamanya.
Telah terdapat berbagai upaya pemerintah melalui kebijakan mengurangi permasalahan sampah plastik ini. Diantaranya di beberapa kota terdapat pelarangan penggunan plastik di toko-toko modern dan mendorong konsumen membawa tas sendiri, atau pengenaan biaya saat penggunaan kantong plastik di beberapa minimarket.
Seperti menjawab permasalahan tersebut, sebuah “tas plastik” yang ramah lingkungan diciptakan baru-baru ini. Tas bernama TeloBag diciptakan dari bahan baku cassava atau ketela pohon. Produsennya menjamin tas ini akan hancur secara alami dalam waktu enam bulan. Tentu saja para aktivis lingkungan menyambut baik kehadiran TeloBag.
Produsennya juga mengklaim bahwa TeloBag ini sama sekali tidak mengandung mikro plastik, tidak mengandung racun terhadap hewan dan tanaman, dan akan hancur di dalam sungai atau laut. Tas ini akan kembali ke alam, karena bisa diurai oleh bakteri sebagaimana kertas yang akan hancur di alam.
Setidaknya terdapat dua jenis TeloBag yang memiliki tekstur lebut ini, yaitu tas jinjing untuk membawa barang-barang kering, dan tas untuk membuang sampah. Namun dari segi harga TeloBag masih relatif mahal, dengan harga sekitar 1500 sampai 2000 per lembar.
Kelemahan lain TeloBag adalah tidak bisa terkena air panas, yang akan menyebabkannya rusak dalam waktu singkat. Bahkan jika terkena air dingin dalam waktu lama juga bisa merusaknya. Sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan agar TeloBag ini lebih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat akan tas yang fungsional, namun ramah lingkungan. Setidaknya kehadiran TeloBag menjadi langkah kecil menyelamatkan alam.