SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Rokok dan Pemuda

Rokok dan Pemuda

Oleh: Siti Anisah, Statistisi Ahli pada Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kuningan

Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pernah berkata, “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia, jika ada Sembilan lagi maka Indonesia pasti berubah”. Pernyataan ini menggambarkan bahwa pemuda mempunyai peranan dan posisi yang sangat penting dalam proses dari poroses kemajuan suatu depan bangsa. Wajarlah jika pemuda termasuk mahasiswa didalamnya sering dianggap sebagai agent of change,  merupakan agen perubahan suatu bangsa.

Sejarah membuktikan tentang pentingnya peranan pemuda. 565 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 29 Mei 1453, seorang pemuda bernama Muhammad Al Fatih, menggemparkan dunia di usianya yang ke 21 tahun. Muhammad Al Fatih berhasil menaklukkan konstatinopel atau sekarang dinamakan kota Istanbul.

Di negeri kita, dalam perjuangan kemerdekaan sejarah mencatat  gerakan pemuda dan mahasiswa memberikan kontribusi yang sangat besar. Diantaranya  lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Perhimpunan Indonesia, Peristiwa Rengasdengklok serta banyak lagi kejadian sejarah kemerdekaan yang melibatkan pemuda. Semua ini menunjukkan eksistensi dan tanggungjawab pemuda sebagai rakyat Indonesia dalam memberikan perubahan dan memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia. Sehingga pemuda Indonesia yang berkualitas dalam segala aspek menjadi hal yang harus menjadi perhatian setiap elemen bangsa.

Namun di zaman millenial ini ada fakta yang mencengangkan tentang pemuda.  Alih-alih memikirkan hal besar tentang masalah bangsa. Sebagian besar pemuda zaman sekarang sering terjebak dalam kegiatan yang bukan hanya tidak mendukung terhadap tumbuh kembang sebuah bangsa bahkan cenderung terbuai dengan segala kegiatan yang merugikan baik untuk diri sendiri maupun untuk masa depan bangsanya.

Terlepas dari semua data yang bersifat pro dan kontra tentang penggunaan zat adiktif dari para pemuda di zaman kiwari ini, secara empirik datanya sudah menunjukkan bahwa manfaat perekonomiannya jauh lebih kecil dari pada biaya yang harus dikeluarkan menanggulangi masalah dapaknya yaitu Rokok. (lihat data BPJS yang mengeluarkan dana begitu besar untuk menanggulangi penyakit disebabkan oleh tembakau tersebut).

Ya, merokok bukan hanya menyebabkan menjadi “Pecandu” tapi juga sangat rentan terhadap penyakit berbahaya yang dapat system pernafasan dan metabolisme tubuh penggunanya. Fakta menunjukkan bahwa pemuda “semakin menggemari” konsumsi rokok setidaknya tergambar dari data WHO bahwa konsumsi rokok meningkat secara pesat dan terus bertambah dari tahun ke tahun.

Fakta lainnya juga menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga perokok terbesar di dunia pada tahun 2008 setelah China dan India (WHO, 2008). Berdasarkan data terbaru WHO (2013), prevalensi penduduk usia dewasa yang merokok setiap hari di Indonesia sebesar 29% yang menempati urutan pertama se-Asia Tenggara. Angka ini adalah sebuah prestasi yang “mengerikan”.

Sejalan dengan data hasil survei Global Adults Tobacco Survey (GATS) tahun 2011, Indonesia memiliki jumlah perokok aktif terbanyak dengan prevalensi perokok laki-laki sebesar 67% (57,6 juta) dan prevalensi perokok wanita sebesar 2,7% (2,3 juta). Pada tahun 2011, prevalensi merokok lebih tinggi di daerah pedesaan (37,7%) dibandingkan dengan daerah perkotaan (31,9%). Hal ini sejalan dengan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, proporsi pemuda (penduduk umur 16-30 tahun) yang merokok dan mengunyah tembakau datanya menunjukkan kecenderungan terus mengalami peningkatan. Riskesdas tahun 2007 sebesar 34,2%, Riskesdas  tahun 2010 meningkat sedikit menjadi 34,7% dan Riskesdas 2013 menjadi 36,3%.

Menurut Data Publikasi Statistik Pemuda Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 menyebutkan bahwa satu dari empat pemuda di Indonesia adalah perokok dan mayoritas merokok setiap hari. Dilihat dari tingkat pendidikannya, sebanyak 36,95%  pemuda yang merokok setiap hari adalah tidak/belum tamat SD. Dan ini merupakan persentase tertinggi, diikuti sebanyak 30,29% lulusan SD sederajat, 23,51% lulusan SMA sederajat, sebanyak 17,20% tidak/belum pernah sekolah, diikuti lulusan SMP sebanyak 17,19% dan terendah sebanyak 13,80% adalah lulusan perguruan tinggi.

Dilhat dari tingkat pendidikannya, terlihat trendnya fluktuatif, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kesadaran akan bahaya perilaku merokok. Masih dari sumber data yang sama, dari pemuda yang merokok setiap hari 30,02% berusia 25-30 tahun, 22,86% berusia 19-24 tahun dan rentang usia 16-18 tahun sebanyak 7,71%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sekitar 8% pemuda dibawah 18 tahun merokok setiap hari. Fakta ini menunjukkan bahwa kualitas kesehatan generasi muda perlu mendapat perhatian mengingat perannya dalam pembangunan cukup signifikan.

Data diatas secara jelas menerangkan bahwa walaupun secara regulasi umur konsumen perokok telah dibatasi, yaitu jika menjual atau memberi rokok pada anak dibawah usia 18 tahun adalah perbuatan illegal dan keterangan tersebut harus dicantumkan dalam kemasan rokok, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengadung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan Pasal 21 namun faktanya masih banyak perokok yang dibawah usia 18 tahun.

Berangkat kenyataan ini, perlu adanya program pengendalian dan pengawasan yang lebih massif dalam menegakkan regulasi yang sudah ada. Semoga kita semua lebih memperhatikan pemuda-pemudi di lingkungan kita agar menjauhi dan mengihndari rokok. Sehingga kesehatannya lebih baik untuk berbuat dan berkontribusi lebih besar untuk Negara yang kita cintai Indonesia.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER