Nagari merupakan wilayah kesatuan adat yang mandiri di Minangkabau. Ini tergambar dalam pepatah yang mengatakan adat salingka nagari. Setiap nagari punya aturan adat sendiri. Kemandirian ini membuat nagari menjadi kekuatan Minangkabau dalam membendung budaya luar. Nagari yang setingakt desa ini mudah mengatur dirinya sendiri karena wilayahnya tidak luas namun punya perangkat yang lengkap.
Setiap suku punya perangkat adat yang dikenal dengan nama ampek jinih. Setiap jinih sudah punya tugas dan tanggungjawab yang jelas. Datuk sebagai penghulu merupakan pohon besar tempat berlindung bagi semua anak kemenakannya. Batangnya tembat bersandar, uratnya tempat duduk melepas letih, buahnya untuk makanan, daunnya tempat berlindung, rantingnya tempat bergantung, dan bunganya buat sunting.
Malin bertanggungjawab mendidik anak ponanaknnya agar mengerti agama islam untuk jadi pedoman hidup. Manti bertanggungjawab dengan pendidikan adat dan hulubalang bertugas melindungan anak ponakannya dari ganngguan orang luar yang berniat baik. Selain itu disetiap nagari ada khatib, imam dan bilal. Ketiganya adalah ulama yang berkolaborasi mendidik anak nagari agar cerdas dan paham dengan islam.
Peran bundokanduang sebagai limpapeh di rumah gadang adalah tokoh wanita yang ada disetiap suku dalam nagari. Bundokanduan sebagai ibu, ucapan sangat dinanti. Nasehatnya yang penuh kasih sayang menjadi nyanyian pelembut jiwa untuk penyeimbang ucapan penghuu yang tegas dan berwibawa.
Setiap nagari punya sedikitnya lima suku dan tidak jarang ada nagari yang punya suku lebih dari lima suku. Setiap suku punya perangkat yang lengkap sehingga nagari mampu mandiri melindungi kawasannya dari serangan budaya asing.
Sangat mudah bagi warga untuk mengetahui adanya pendatang asing masuk wilayah mereka. Juga sangat mudah bagi warga untuk mengenal adanya orang yang punya perilaku menyimpang ditengah mereka. Jika ini diketahui, hukumnya adalah dia dibuang sepanjang adat. Orang bersangkutan tidak akan diperkenankan lagi datang ke nagarinya dan tidak diakui lagi sebagai bagian dari kerabatnya.
Kondisi ini sangat dipahami oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat. Wakil gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit, meminta agar nagari membuat peraturan nagari untuk memberikan sanksi terhadap pelaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) serta penyakit masyarakat lain dengan mempertimbangkan adat budaya setempat. Sanksi itu bisa berakar dari adat budaya setempat.
TP PKK Provinsi diminta untuk memberikan orientasi kepada kader PKK di nagari agar memiliki pemahaman yang komprehensif terkait pekat dan LGBT agar mereka dapat mensosialisasikan bahaya perilaku menyimpang LGBT kepada generasi muda. Diharapkan dengan peran seluruh komponen nagari, nagari dapat menjadi benteng di Minangkabau dari serangan penularan penyakit kaum Luth dan pekat lainnya sehingga generasi muda nagari di minangkabau selamat.