WARGASERUJI – Soal dengan jenis pilihan ganda (multiple choice) disebut sebagai salah satu soal obyektif. Sebabnya, jawaban tidak dipengaruhi subyektifitas korektornya. Karena sifat obyektifitas inilah maka soal jenis ini dipilih untuk keperluan seleksi atau ujian. Namun, kurang cocok untuk pembelajaran karena mengandung jebakan soal.
Jika dibuat oleh penulis soal yang terlatih, soal pilihan ganda yang baik dan berkualitas bisa menjadi alat penilaian yang sangat efektif. Namun, jika penulis soal tidak terlatih, soal bisa mengarah subyektif.
Biasanya, soal pilihan ganda menjadi pilihan karena bisa untuk menilai banyak peserta (massal) secara otomatis, seperti menggunakan lembar jawab komputer yang kemudian dipindai dengan alat tertentu. Sekarang bahkan menggunakan komputer yang terhubung jaringan, sehingga tidak perlu menggunakan kertas (paperless).
Sederet kelebihan tersebut mungkin menjebak para guru untuk menggunakannya dalam pembelajaran. Padahal, soal pilihan ganda hanya menguji pengetahuan tingkat rendah. Jika sering digunakan, siswa tidak terpicu untuk berfikir pada tingkat tinggi (high order thinking).
Ditambah lagi bila si pembuat soal tidak memahami pendidikan. Bisa-bisa siswa diarahkan pada pengetahuan yang sempit sesuai subyektifitas si pembuat soal.
Jebakan lain, soal pilihan ganda yang digunakan dalam pembelajaran bisa membentuk alur pikiran “saklek”, atau absolutisme. Sesuatu yang sudah dinyatakan benar, maka benar selamanya. Tidak ada pilihan selain yang disediakan. Padahal, semua hal pasti terkait dengan konteks tertentu, sehingga bernilai relatif.
Pikiran saklek inilah yang paling menghambat kreatifitas. Padahal, masa depan selalu berubah dalam ketidakpastian, sehingga setiap orang harus bisa beradaptasi dengan cepat atas berbagai kemungkinan.