Belakangan ini kita sering mendengar tentang istilah Khilafah. Sepertinya Khilafah menjadi suatu hal yang menakutkan bagi kita semua.
Berabad-abad yang silam terdapat banyak Kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara yang menjalin hubungan dengan Khilafah Utsmaniyah di Turki sekarang, seperti halnya Kesultanan Banten yang berdiri pada tahun 1552, dimana Maulana Hasanudin memproklamirkan Banten sebagai Kesultanan yang Independen.
Hingga sampai pada saat pemerintahan Kesultanan Banten yang dipimpin oleh cicitnya yang bernama Abdul Mufakir berkuasa, dimana pada tahun 1638 masehi Abdul mufakir memperoleh gelar Sultan dari Zaid Ibnu Muhsin yang mewakili Kekhalifahan Utsmaniyah.
Kesultanan Banten telah berdiri lebih dulu sebelum kedatangan Penjajah Belanda ke daerah Banten yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Awalnya tujuan Penjajah Belanda hanyalah untuk berdagang tetapi lama-kelamaan mereka berusaha memonopoli perdagangan dan berusaha berkuasa di daerah Banten. Sejak saat itu Kesultanan Banten berperang mengusir Penjajah Belanda dari tanah Banten dan sekitarnya.
Bukan hanya Banten Tapi kesultanan Islam lain juga menjalin kerjasama dengan Kekhilafahan Utsmaniyah, sebut saja seperti Kesultanan Aceh, Kesultanan Yogyakarta, Kerajaan Samudra Pasai, Kesultanan Ternate dan Tidore, Kerajaan Gowa dan Tallo dan dan kerajaan Islam lainnya di Nusantara dalam rangka berperang melawan Penjajah Belanda.
Semua kesultanan dan kerajaan kerajaan Islam tersebut pastinya berkaitan dengan Kekhilafahan Islam yang berkuasa pada saat itu yaitu Bani Utsmaniyah dan negara-negara bagiannya seperti Mesir, Hejaz, dan lain-lain
Khilafah Utsmaniyah dianggap sebagai pelindung bagi Muslim seluruh dunia pada saat itu. Memiliki negara yang kuat dan luas. Wajar saja, Kesultanan dan Kerajaan Islam kecil-kecil yang berada di Nusantara menjalin hubungan diplomatik dengan Utsmaniyah.
Penyebaran Islam di Nusantara pun tak lepas dari peran Khilafah Utsmaniyah.
Peran dari kesultanan dan kerajaan Islam tersebut dalam mempertahankan tanah nusantara dari penjajah Belanda pada saat itu tidak diragukan lagi. Seperti Kesultanan Aceh di Sumatera yang memiliki hubungan khusus dengan Khalifah Utsmaniyah melawan Penjajah Belanda dan Kesultanan Jogjakarta dimana Sultannya bergelar Khalifatullah pada waktu itu, dan Jogja sempat menjadi Ibukota Republik Indonesia, perannya tidak diragukan lagi dalam mempertahankan dan memerdekakan Indonesia.
Kekuasaan Islam terbesar terakhir yang dipegang oleh Bani Utsmaniyah di Turki menjadi momok yang menakutkan bagj pihak Barat. Jalur laut pada abad pertengahan memang dikuasai oleh armada-armada laut Utsmaniyah. Mulai dari laut tengah melalui Mesir dan kota-kota pelabuhan di sepanjang daerah bulan sabit subur termasuk dengan menguasai Pulau cofru, Pulau Rhodes, Pulau Siprus dan pulau-pulau sekitarnya. Kemudian Laut hitam dikuasai pada abad ke-16 bertujuan untuk mengamankan barang-barang yang dibawa menuju Krimea, Ukraina, Polandia dan Rusia. Lalu laut merah, laut Arab, teluk Persia. Diantara tujuan mengiasai laut ialah mengamankan perdagangan laut dan perjalanan jamaah haji.
Tidak salah dengan ucapan seorang politikus yang mengatakan bahwa dahulu pejuang Indonesia kalau tidak radikal maka indonesia tak bisa merdeka. Benar sekali, dalam buku-buku sejarah perjuangan indonesia, bahkan para pejuang disebut sebagai kaum Ekstrimis oleh Penjajah Belanda (Barat). Kalau tidak Ekstrimis, apakah bisa Indonesia Merdeka?
Bagi rakyat Indonesia, kemerdekaan yang kita peroleh adalah “atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa”, ini jelas sekali dituangkan dalam pembukaan undang-undang Dasar 1945 alinea ketiga
Para bapak bangsa kita pada saat awal-awal kemerdekaan telah bersepakat untuk menerima dan menggunakan sistem demokrasi dalam bernegara, dan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila tidak lain juga adalah Rangkuman dari ajaran Islam yang bersifat Universal. Tidak ada lagi perdebatan.
Namun saat ini kita diteror dengan istilah Khilafah seolah-olah Khilafah itu menakutkan. Menurut penulis, kata “khilafah”, “radikal” dan “Islam” itu hanya menakutkan bagi Para Penjajah yang pernah menjajah tanah air Indonesia, termasuk juga orang-orang yang bermental Penjajah. Dahulu Penjajah Barat (Belanda) sepertinya memang sangat alergi sekali dengan kata Khilafah dan Islam.
Seringkali kata-kata seperti khilafah, radikal dan kata sejenisnya sengaja dipolitisasi untuk dituduhkan kepada umat Islam, guna kepentingan-kepentingan politik praktis dan memecah belah masyarakat kita demi tujuan memegang kekuasaan.
Bagi penulis, tak bisa dipungkiri sejarah telah mencatat, Islam memiliki andil yang sangat besar dalam memerdekakan, membangun dan mempertahankan tanah tumpah darah Indonesia.
Mari bersatu kita akan teguh, dan jangan bercerai sebab nanti kita “bisa” runtuh.