WARGASERUJI – Banyak yang tidak setuju dengan poligami. Tapi, bukan karena itu buruk, melainkan dicontohkan buruk oleh pelaku poligami. Sehingga ungkapan ini mungkin tepat: “Poligami itu berat, kami saja”.
Pelaku poligami barangkali memberi contoh buruk bukan karena tidak ingin, namun karena tidak mampu. Akhirnya, citra poligami ikut menjadi buruk, padahal asalnya baik, jika memenuhi syarat tertentu.
Poligami itu baik bila memenuhi syarat adil. Namun, adil yang dimaksud adalah adil yang tidak sembarang orang mampu adil, bukan hanya “berusaha adil”. Berikut ini bahasan singkat tentang adil yang dimaksud.
Kewajiban suami adalah menafkahi keluarga. Nafkah lahir dan nafkah batin. Dua-duanya butuh kemampuan lebih. Kalau dua kemampuan ini tidak dimiliki, sebaiknya tak usah poligami.
Nafkah Lahir
Pertama, nafkah lahir berupa penghidupan yang layak. Maka, orang yang punya harta lebih saja yang bisa memberi nafkah dengan adil. Bila satu saja tidak bisa, apalagi dua, tiga atau empat.
Ada yang mengatakan, bukankah dengan banyak istri maka rezeki juga akan berlimpah? Betul itu. Tapi, niatnya bisa keliru dan menjebak. Poligami terus hidup enak di atas rezeki para istri? Harusnya dibalik, bisa punya rezeki banyak sehingga berbagi rezeki kepada para istri.
Jadi, orang yang bisa kerja keras dan penghasilannya bisa untuk banyak istri, mengapa tidak berpoligami? Tentu bila syarat kedua juga terpenuhi.
Nafkah Batin
Kedua, nafkah batin. Yang dimaksud nafkah batin adalah hubungan intim suami istri. Nafkah batin itu kebutuhan laki-laki dan perempuan, suami dan istri. Seorang suami harus bisa memuaskan istri, walau kepuasan istri itu relatif bagi masing-masing individu. Disebut adil kalau setiap istri mendapat nafkah batin yang setara.
Masalahnya, apakah seorang suami punya kekuatan fisik yang memadai untuk itu? Apalagi setelah bekerja keras memberi nafkah lahir. Tidak semua orang punya bakat fisik seperti ini.
Jadi, dua syarat agar bisa adil itu perlu dipenuhi. Karena tidak sembarang orang bisa, “poligami itu berat, kami saja”. Tentu, niat utama juga harus benar, yaitu niat berbagi. Bukan niat mencari nikmat di atas penderitaan para istri.