Nyata sekali, Pilkada ini adalah “perang” antar Tokoh bukan antar Partai.
Sepertinya partai hanya mengambil keuntungan lebih, dari nilai jual seorang Tokoh yang tentu saja sebelumnya telah berusaha keras dengan capaian prestasi di daerah asalnya.
Dengan sedikit polesan dari Partai Politik, seorang Tokoh yang sudah bernilai jual tinggi, akan semakin melambung nilai jualnya.
Jangan terkecoh dengan data yang ada, bahkan partai gurem mampu meraih banyak kemenangan di Pilkada. Hitungan perolehan suara Partai Politik menjadi tak berharga dalam Pilkada kali ini, melainkan hanya menjadi “Kendaraan Politik” saja. Miris.
Tak salah jika PKS diisukan akan mencalonkan Anies Baswedan dan Ahmad Heryawan sebagai Capres Cawapres. Wajar saja. Mungkin ada yang menganggap plin plan.
Dua Tokoh ini nilai jualnya sudah melambung tinggi, tinggal saja butuh Polesan sedikit dari partai pendukung dan Alumni 212 serta pastinya restu dari Ulama berpengaruh seperti Habib Rizieq atau Ustadz Abdul Somad secara langsung maupun tak langsung.
Kalau begini, Gerindra tentu kebakaran jenggot, Prabowo ditinggal sendirian.
Jika dilihat dari data pemenang partai pengusung Pilkada, maka bisa disimpulkan “Partai Leader” seperti Gerindra PDIP Demokrat memiliki persentase “jeblok”.
Malah yang memiliki persentase tinggi sebagai partai pemenang pengusung di Pilkada adalah “Partai Pengikut”
Jadi, jangan tertipu dengan Data.
Untuk Pilpres 2019, data Pilkada hanyalah sebagai bahan kajian, penilaian dan pertimbangan. Yang paling penting itu tetaplah situasi dan kondisi psikologis masyarakat. Pengambilan keputusan tak harus sesuai dengan Data. Bisa jadi hanya untung untungan.
Di beberapa daerah, kabarnya pemenang Pilkada adalah yang Golput mencapai 40%. Andai saja parpol bisa mengidentifikasi warga yang Golput, bisa jadi hasilnya sangat luar biasa. Bahkan mungkin disinilah kerja nyata Parpol, bukan hanya menumpang nama Tokoh atau calon yang diusungnya.
Pesan saya kepada partai politik, jangan hanya usung calon yang punya duit banyak saja. Mentang2 maharnya tinggi lalu diusung, maka inilah Blunder partai politik. Walau Maharnya tinggi belum tentu elektabilitasnya tinggi juga, dan tak harus selalu uang dapat meningkatkan elektabilitas.