WARGASERUJI – Sebuah video dokumenter berjudul Sexy Killer berdurasi sekitar 1,5 jam yang diunggah di Youtube menjadi viral di kalangan warganet. Video tersebut hendak menunjukkan terjadinya ketimpangan keadilan di Indonesia. Namun, yang menarik adalah cara penyajiannya, dengan narasi paradoks baik isi maupun judulnya.
Judulnya hanya dua kata, “sexy” dan “killer”. Dua kata yang saling bertolak belakang. Kata “sexy” bersifat mengundang, kata “killer” sebaliknya, mengusir. Atau bisa ditafsirkan pula, menarik tapi mematikan.
Tak mudah memilih judul yang betul-betul menggambarkan “jiwa” dari sebuah narasi panjang, kecuali memang sangat memahami tujuan pembuatannya. Dengan hanya dua kata, padat, namun orang yang menyaksikan dan membaca judulnya sudah “merasakan” suasananya, sekaligus paradoksnya.
Isinya juga dibuat dengan rasa paradoks yang kuat. Dimulai dengan adegan-adegan dua orang insan yang memadu kasih dalam bulan madu di sebuah kamar hotel, tentu tidak secara vulgar. Bersamaan dengan itu, muncul tulisan yang jelas-jelas menunjukkan berapa besar kebutuhan daya alat-alat listrik di ruangan.
Pembuat video dokumenter ini mencoba mengulik rasa para pemirsa dengan tingkat paradoks yang tajam. Kemudian melanjutkan dengan gambaran-gambaran bagaimana orang-orang kota menikmati fasilitas listrik tanpa mereka tahu terjadi kerusakan alam akibat proses penyediaan listrik menggunakan pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara.
Di luar apakah video tersebut termasuk produk jurnalistik yang dapat dipertanggungjawabkan atau tidak, pembuatnya berhasil menyajikan dengan cara yang menarik dan mengundang perhatian. Terbukti, videonya viral. Sepertinya, memang banyak orang yang menyukai penyajian dengan gaya paradoks seperti ini. Kontras dan tajam.
Sepanjang durasi video, berkali-kali ditunjukkan keadaan paradoks. Salah satu contohnya, nasib transmigrasi yang mengubah hutan menjadi lahan pertanian harus kehilangan sebagian lahannya karena pertambangan. Kekuatan penyajian paradoks mampu membuat para pemirsa terkulik perasaannya.
Barangkali inilah cara mempengaruhi opini yang efektif. Bisa digunakan untuk kebaikan, namun bisa juga untuk keburukan. Oleh karena itu, sebelum terbawa perasaan, perhatikan kebenaran data-datanya. Jika tidak, rawan dipengaruhi pemikiran yang keliru.