WARGASERUJI – Ojek Pengkolan, memang hanya satu judul sinetron di salah satu televisi swasta yang berharap menyaingi ketenaran Preman Pensiun, akan tetapi gagal.
Senasib dengan gagalnya rating Ojek Pengkolan menyalip Preman Pensiun, dalam dunia nyata Ojek Pengkolan yang merupakan salah satu bentuk ojek tradisional yang biasa mangkal di perempatan, atau di sekitar halte bus, semakin hilang.
Ojek tradisional semakin terpinggirkan dan perlahan tapi pasti hilang dari jalanana kota, atau beralih menjadi ojek online.
Pembaca tentu ingat, bagaimana pada masa awal ojek online mulai marak di kota-kota besar seperti Jakarta pada tiga–empat tahun lalu, sempat terjadi bentrokan fisik antara keduanya.
Ojek tradisional yang merasa makin habis pelanggannya akibat masyarakat beralih ke ojek online, melawan dengan protes ke pemerintah yang masih gagap dengan system online .
Merasa tidak terakomodasi oleh pemegang regulasi, jalan kekerasan sering dilakukan termasuk oleh operator taxi seperti Blue Bird yang kelimpungan dengan munculnya operator online.
Ojek Tradisional
Ojek model ini mempunyai kelebihan dalam hubungan komunitas yang lebih erat. Persaudaraan antara pengojek juga lebih erat karena faktor senasib sepenanggungan.
Eratnya persaudaraan kelompok ojek tradisional ini disatu sisi menjadi hambatan bagi masuknya anggota baru. Modal iuran awal yang  besar bagi pemula membuat pengojek tradisional lamban perkembangannya, dan ini menguntungkan bagi kelompok ojek tersebut.
Profesi pengojek tradisional memang bukan pilihan dan hanya mereka yang sangat terpaksa memilih profesi ini.
Ojek Online
Hadirnya ojek online yang memanfaatkan teknologi informasi menjadi booming karena kemudahan yang dirasakan baik oleh pengojek maupun penumpang.
Pemanfaatan teknologi informasi dan smartphone menjadikan profesi ojek naik derajatnya menjadi lebih terhormat.
Murahnya tarif  ojek online menjadi daya tarik utama penumpang mengalihkan moda transportasinya dari angkot atau bus. Waktu yang lebih cepat dan tidak ribet pemesanannya menjadikan pemakai moda transportasi lain berbondong-bondong beralih ke ojek on line.
Siapa Untung
Operator ojek online tentu sudah memperhitungkan dengan cermat, keuntungan yang akan diraih dari bisnis ini. Kapan dan berapa nilai keuntungan yang akan diraih tentu sudah dalam perkiraannya.
Pasar yang sangat besar, meski denga nilai yang sedikit tentu menjadi salah satu pertimbangan utama operator ojek online berebut di segmen ini.
Pengemudi pada satu sisi diuntungkan dengan system bonus yang diberikan operator. Semula pada awal berdirinya setiap empat belas kali mengangkut penumpang, pengemudi akan mendapat bonus sekitar seratus ribuan.
Ketentuan ini kemudian mengalami perubahan seiring dengan makin banyaknya pengojek baru sehingga saat ini setiap dua puluh trip, demikian istilah dikalangan ojol, mendapatkan bonus hampir dua ratus ribu lebih. Rata–rata untuk mendapatkan bonus sebesar itu, pengojek harus sudah beroperasi sejak subuh sampai malam hari.
Senangkah pengemudi ojol dengan aturan tersebut? Tentu saja tidak. Pemerintah yang tidak tampak hadir melindungi para pengemudi ojol menjadi salah satu penyebabnya.
Maka, sempat viral beberapa saat lalu ketika ada salah satu capres yang dianggap menghina profesi ini dan berusaha diframing oleh lawan politiknya.
Pengemudi ojol yang tidak suka dengan usaha menggiring profesi ojol keranah politik praktis segera memviralkan melalui video betapa susahnya menjadi pengemudi ojek online yang tidak mempunyai perlindungan yang pantas.
Pengemudi ojol rawan kecelakaan dan tidak ada asuransi perlidungan diri ataupun dana cadangan yang diperlukan saat-saat darurat. Pengemudi ojol harus menjadi diri sendiri dan mandiri karena mereka tidak mendapat perlindungan dari kecelakaan atau asuransi kesehatan lainnya.
Tidak ikut BPJS Ketenagakerjaan dan hak-hak selayanya karyawan yang bekerja pada sebuah perusahaan, seperti THR, jaminan kesehatan keluarganya dan cuti tahunan. Padahal mereka memberikan keuntungan pada sebuah perusahaan yang dalam waktu singkat menjadi perusahaan raksasa dan meraup laba yang tinggi, salah satu indikasinya menjadi sponsor utama liga sepak bola di Indonesia.
Dan nasib pengemudi ojek, sepertinya tidak beranjak dari seorang pengemudi yang makin lama akan makin menua dan berhenti dengan sendirinya tanpa surat tanpa ucapan terima kasih, apalagi pesangon.
Pemerintah tentu saja sangat terbantu dengan adanya ojol ini, karena bisa menjadi ladang mencari nafkah yang menyerap tenaga kerja meski rawan perlindungan. Menjadi tugas pemerintah untuk hadir mengangkat harkat dan kesejahteraan para pengemudi ojol. Seperti tertuang dalam UUD 45 yang menjadi dasar NKRI.