Tulisan kali ini berkisah tentang akhir sedih dari seseorang yang terjerat riba. Adalah seseorang yang bekerja sebagai pedagang barang bekas. Setiap hari dia berkeliling dengan pick up miliknya dengan suara khasnya melalui microfon.
“Rosok…rosok…kardus bekas, botol bekas,” begitulah dia memanggil para pelanggannya yang ingin menjual barang bekas kepadanya. Rosok merupakan bahasa jawa dari barang bekas.
Dia punya dua rumah yang letaknya bersebelahan, yang satu rumah nampak sudah tak layak pakai dia gunakan untuk menampung barang bekas dagangannya, sedang rumah yang satunya lagi dia tinggali. Sudah bertahun-tahun rumah tersebut ditinggali walau belum difinishing. Hampir setiap hari saya lewat di depan rumahnya yang letaknya sekitar 1 KM dari rumahku.
Suatu hari saya melihat rumah yang ditinggali difinishing, setelah di finishing rumahnya nampak besar dan bagus. Hebat menurut saya untuk ukuran pedagang barang bekas yang tergolong bukan pedagang besar, sebab dia hanya mengumpulkan rosok yang dia cari sendiri, bukan pengepul rosok dari pedagang rosok yang lain.
Tapi kurang lebih tiga bulan kemudian saya mendengar desas desus bahwa rumah tersebut telah dijual karena terjerat riba kepada rentenir. Saya meragukan isyu tersebut, namun setelah saya amati memang ada pemandangan yang berbeda dari biasanya. Nampak di halaman rumahnya terparkir mobil yang bukan mobil pick up yang biasa digunakan untuk keliling.
Beberapa waktu kemudian istrinya berobat ke tempat prektek pribadiku, keluarga itu merupakan pasien langgananku. Saya konfirmasi kebenaran desas desus tersebut dan ternyata memang benar rumahnya sudah bukan miliknya lagi.
“Saya lihat suamiku kok gelisah setiap hari, saya dapat kabar dari orang lain katanya suamiku terjerat hutang. Saya tanya ke suami dan dibenarkan. Maka saat itu saya langsung lemas karena hutangnya banyak sekali. Saya berfikir rumah saya dijual gakpapa asal bisa terbebas dari hutang yang terus berbunga., akhirnya rumahku terjual,” ceritanya sambil matanya berkaca-kaca
Kemudian keluarga itu tinggal dirumah satunya yang sebelumnya jadi gudang rosok. Rumah tersebut bersebelahan dengan rumah yang dijual sehingga setiap hari dia mesti menatap mantan rumahnya..
“Dulu saya pas menjual biasa saja yang penting hutangku bisa lunas, tapi sekarang saya kalau melihat rumah itu rasanya gimana…gitu,” curhatnya kepadaku.
Bisa diibaratkan rumahnya musnah karena riba. Semoga Indonesia yang sedang banyak terlilit hutang ini tidak berakhir musnah karena riba.