WARGASERUJI – Mi instan jadi pilihan di saat-saat mendesak. Entah karena kantong tipis, atau karena terburu-buru. Termasuk juga jadi bahan makanan bantuan paling mudah dikirim ke daerah yang terkena bencana. Namun, mi instan sebagai makanan darurat bisa menjadi bumerang pada akhirnya nanti.
Kalau hanya sementara, tidak mengapa. Masalahnya, nanti jadi kebiasaan dan sering mengonsumsinya. Berikut ini akibat-akibat sering mengonsumsi mi instan dalam jangka yang panjang.
1. Kadar gula terganggu
Mi instan membuat pencernaan menjadi lambat, sehingga perlu dicerna berjam-jam. Keseimbangan terganggu sehingga pengeluaran insulin tidak semestinya terjadi.
2. Kecemasan dan Diare
Mi instan yang dikonsumsi dalam jangka panjang, akan menumpuk kandungan hidroksanisol dan t-butil hdirokuinon yang terkandung dalam bahan pengawet. Kedua bahan kimia inilah penyebabkan kecemasan, asma dan diare.
3. Risiko penyakit jantung
Orang yang makan instan dalam jumlah banyak akan berisiko terkena penyakit jantung. Hal ini disebabkan karena mengalami sindrom metabolik, serangkaian gejala darah tinggi hingga kadar HDL yang rendah.
Selain itu, tingginya kandungan Na dalam garam bumbu mempercepat timbulnya darah tinggi dan penyakit jantung.
4. Risiko penyakit kangker
Menurut dokter spesiali bedah dan ahli kangker saluran cerna dr. Fajar Firsyada, Sp.B-KBD, kandungan pengawet dalam mi instan termasuk bahan kimia karsinogenik pemicu kangker jika digunakan dalam jangka yang lama.
Selain itu semua makanan yang diawetkan dapat memicu kangker. Termasuk diantaranya, mi instan.
Beberapa akibat dari mengonsumsi mi instan di atas bisa dijadikan pertimbangan, apa perlu mi instan sebagai makanan darurat dijadikan pilihan pertama. Khususnya ketika suatu daerah terkena bencana. Kalau bisa, dicari makanan darurat lainnya yang lebih aman.
Mungkin ada yang bilang, darurat itu sementara jadi tidak mengapa. Masalahnya, anak-anak yang pernah merasakannya, apalagi di saat lapar, akan mengingatnya sebagai makanan yang enak. Kalau sudah begitu, akan menjadi kesenangan dan kebiasaan. Setuju?