Dunia media Indonesia dihebohkan dengan kesediaan Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara pasangan Jokowi – Ma’ruf. Disebutkan bahwa Yusril, bersedia tidak dibayar. Berbagai komentarpun muncul dari kedua belah kubu capres. Ada yang berkomentar positif dan juga ada yang menilainya kurang baik.
Terlepas dari komentar yang berkembang didunia maya, Yusril Ihza Mahendra telah memperlihatkan posisinya pada tempat yang tidak salah. Sebagai seorang profesional, Yusril tidak memilih siapa yang butuh pembelaannya. Dia bela setiap orang yang membutuhkan bantuannya, sekalipun itu orang yang berseberangan politik dengannya. Bagi Yusril, hukum yang harus jadi panglima. Keadilan akan terwujud jika hukum yang menjadi acuan dalam mengambil keputusan, bukan rasa suka atau tidak suka.
Atas dasar ini lah Yusril Ihza Mahendra ketika menjawab pertanyaan Ketua TKN KIK Erick Thohir tentang kesediaannya untuk menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril menyetujui tawaran tersebut.
Berbeda dengan sikap politik. Politik adalah pilihan perjuangan bukan berdasarkan atas salah atau benarnya sebuah perjuangan. Tapi adalah atas dasar cocok atau tidaknya strategi dalam mencapai sebuah tujuan. Perbedaan pandangan politik bukan alasan untuk tidak bisa membantu dalam menegakkan keadilan dimata hukum.
Kejadian ini mirip dengan apa yang dilakukan Salahuddin Al Ayubi terhadap Richard yang menjadi musuhnya di perang salib. Disaat Richard sakit, Salahuddin datang membawa obat. Kemudian mereka kembali bertemu dalam perang untuk memperebutkan yerusalem kota suci tiga agama.
Mudah-mudahan analisa ini tidak salah.
Nga di kasih duit ama sandi kali
Bukan ga di kasih duit.smuanja kt serah kan dan mhn Alloh yg salah ya salah yg benar ya benar .