WARGASERUJI – Menurut data BPS, jumlah pengangguran di NTT berangsur turun. Tingkat pengangguran pada Agustus 2018 sebesar 3,01 persen di bawah rata-rata nasional 5,34 persen. Memang, pengangguran kecil, tapi tetap miskin.
NTT termasuk tiga besar provinsi dengan jumlah penduduk miskin tertinggi, setelah Papua dan Papua Barat. Jumlah penduduk miskin pada September 2018 mencapai 1.134.110 orang atau 21,03 persen dari total penduduk.
“Tersedianya lapangan kerja seharusnya mengurangi kemiskinan. Namun, kalau sekarang ini, ada lapangan kerja, tetapi mereka tetap miskin. Berarti ada yang salah,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro.
Kemiskinan tetap melanda walau mayoritas penduduknya bekerja. Hal ini disebabkan karena upah mereka yang kecil. Sekitar 76 persen penduduk NTT bekerja di sektor informal. Bahkan, banyak yang bekerja asal bisa mendapat tempat tinggal dan makan.
“Berarti kemiskinan harus ditekan dulu dengan penciptaan lapangan kerja berkualitas. Agar lapangan kerja berkualitas NTT butuh investasi,” kata Bambang.
Menurut Bambang, di Indonesia, sedikitnya investasi menjadi akar masalah kemiskinan. Investasi penting untuk menambah lapangan kerja berkualitas, yang akhirnya bisa menenekan kemiskinan, termasuk masalah stunting.
“Pola pikir pemerintah daerah akan investasi mesti berubah, bukan sekadar menambah pendapatan daerah, tetapi mengatasi kemiskinan,” kata dia.
Namun, yang menjadi masalah, investasi di NTT sangat sedikit karena dari sisi permintaan nyaris tidak ada. Banyak yang tidak berminat mengembangkan usaha di sana.
“Ini yang menjadi sumber kemiskinan di beberapa provinsi karena investasi tidak ada dan masalah sumber daya manusia belum tertangani dengan baik,” kata Bambang.
Pelajaran Bagi Daerah-daerah Lain
NTT bisa lepas dari kemiskinan bila mampu menjual produk ke luar daerah dengan harga yang mahal. Ketika hal tersebut bisa dilakukan, maka uang keluar dan masuk akan semakin besar.
Uang yang masuk digunakan masyarakat untuk membeli keperluan dari daerah lain. Dengan demikian ekonomi masyarakat akan tumbuh.
Yang menjadi masalah, hingga saat ini belum ada komoditi unggulan dari daerah NTT untuk menyangga pendapatan masyarakatnya.
Terkait dengan hal ini, sudah selayaknya jadi pelajaran bagi masyarakat di daerah lain. Kemakmuran datang ketika daerah memiliki daya saing dan keunikan produk yang dibutuhkan daerah lain. Ini bisa dicapai ketika sumber daya manusia berada dalam tingkat keunggulan dibanding yang lain.
Daya saing diperlukan agar produk bisa lebih efisien sehingga bisa unggul di pasar bebas. Sedangkan keunikan menguatkan keunggulan karena tidak bisa ditiru di daerah lain. Dua hal ini jadi kunci meningkatkan pendapatan daerah sekaligus kemakmurannya.