WARGASERUJI – Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meneken kerjasama dengan 14 lembaga keuangan terkait data kependudukan. Apakah ini artinya data pribadi di KTP elektronik bisa untuk bancakan swasta?
Setelah menandatangani kerja sama dengan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh, keempat belas lembaga keuangan itu mendapat tiga jenis layanan yang bisa dimanfaatkan.
Alasannya, agar lembaga keuangan bisa memverifikasi keaslian KTP-el setiap calon nasabah. Kerja sama ini mendapat kritikan dari anggota Ombudsman RI, Alvin Lie. Dia mempertanyakan perlindungan pribadi warga negara.
“Resmi Pemerintah izinkan swasta akses data pribadi penduduk. Bukankah ini penyalahgunaan data pribadi WNRI (Warga Negara Republik Indonesia) yang dikelola pemerintah? Di mana perlindungan data pribadi WNRI?” tanyanya dalam akun Twitter pribadi, Ahad (21/7).
Mantan Ketua DPR Marzuki Alie juga ikut nimbrung. Dia bahkan menyebut kesepakatan itu sebagai biang kerok nomor telepon selalu dihubungi oleh beragam penawaran properti dan pinjaman uang.
“Ini rupanya biang kerok kita ditelepon setiap hari oleh marketing future trading. Jadi HP kita disibukkan oleh hal2 yang sangat tidak produktif,” tegasnya
Empat belas lembaga yang mendapat akses tersebut adalah PT Bank Panin Tbk, PT Bank Syariah Bukopin, PT Bank Agris Tbk, PT Bank SBI Indonesia, PT Mandiri Utama Finance, PT Federal International Finance, PT Astra Multi Finance, PT Indosurya Inti Finance, PT Toyota Astra Financial Service, PT Penjaminan Jamkrindo Syariah, PT Globalindo Multi Finance, PT Inti Dunia Sukses, PT Bibit Tumbuh Bersama, dan KSP Sejahtera Bersama.
Bagaimana Status Transaksi Layanan Dukcapil ke Swasta?
Dukcapil mempunyai data base KTP-el seluruh Indonesia. Anggaran yang dikeluarkan pasti sangat besar. Database kependudukan menjadi aset yang sangat berharga. Apabila pihak swasta mendapatkan layanan, tentu harus membayar sangat mahal. Pertanyaannya, lewat mekanisme apa swasta membayar ke negara?
Pertanyaan berikutnya, apakah database kependudukan itu tidak terikat dengan undang undang dalam pemanfaatannya? Bila memang layanan ke swasta ini sudah dalam koridor undang undang yang ada, bukankah harus diawasi secara ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan?
Maka, tak heran bila Ombudsman menerima banyak keluhan terkait bocornya data pribadi. Banyak tawaran dari pihak swasta yang masuk melalui telepon lengkap dengan menyebut data-data pribadi.
Kalau memang data KTP-el bersifat terbuka, tentu perlu ditindaklanjuti agar privasi warga negara terlindungi. Caranya, kalau memang dalam undang undang tidak mengatur hal tersebut, ajukan judicial review. Tujuannya mencegah KTP elektronik bisa untuk bancakan pihak swasta. Atau ada jalan lain?