Pemberitaan media massa belakangan ini cukup mengejutkan dengan adanya berita dukungan Gubernur-gubernur di beberapa wilayah di Indonesia kepada capres petahana yang juga tidak bisa cuti dari tugas-tugas kenegaraannya dalam menyongsong pesta demokrasi dalam beberapa bulan kedepan.
Sebagian kalangan, terutama dari pihak rival capres petahana tersebut tentu saja protes. Gubernur yang sebenarnya adalah bagian dari Pemerintah yang merupakan Suprastruktur Politik lalu sekaligus mengambil tempat di bagian Infrastruktur Politik yang mana pada bagian ini harusnya menjadi lahan partai politik, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat maupun pressure groups.
Para Gubernur yang seharusnya menjadi bagian output dari sistem kerja struktur politik di Indonesia, lalu dengan seenaknya sekaligus mengambil tempat sebagai bagian Input dari sistem kerja struktur politik. Dengan begitu, semua aspirasi-aspirasi dalam bernegara yang seharusnya menjadi hak Masyarakat diambil alih oleh Gubernur. Padahal belum tentu dukungan Gubernur tersebut kepada capres petahana sesuai dengan keinginan dan aspirasi masyarakat yang sebenarnya.
Antara Infrastruktur Politik dan Suprastruktur Politik seharusnya terjadi proses komunikasi politik yang terus menerus agar semua masukan dan aspirasi dari masyarakat yang merupakan input dalam sistem indirect democracy yang kita anut ini, dapat diproses dan diakomodasi oleh Gubernur yang merupakan bagian dari Pemerintah selanjutnya dapat menghasilkan output sesuai dengan keinginan Masyarakat yaitu dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun Policy.
Tapi dengan adanya kejadian dimana mendadak saja Gubernur-gubernur di daerah tertentu mengumumkan dukungan politik kepada capres petahana maka sistem kerja struktur politik kita telah di kooptasi secara sepihak oleh para Gubernur ini, dimana gubernur berkomunikasi politik dengan dirinya sendiri, berproses dengan dirinya sendiri yang merupakan sebagai input dan juga sekaligus sebagai output dalam sistem kerja struktur politik di Indonesia.
Gubernur-gubernur yang seperti ini takkan bisa menghasilkan policy yang baik dan yang dapat mengakomodasi semua lapisan masyarakat yang berujung pada tercapainya kepentingan negara. Gubernur tersebut tidak menempatkan dirinya pada posisi benar yang seharusnya berada dalam Suprastruktur Politik bukan pada posisi Infrastruktur Politik.
Cara-cara sepert ini sama saja seperti pada zaman Socrates dimana adanya pemerintahan yang otoriter dan absolut, sehingga Socrates mengatakan bahwa rakyat harus ikut dalam menentukan kebijakan Pemerintah. Dalam negara demokrasi, Pemerintah tak bisa menentukan kebijakan atas dasar kemauannya sendiri. Posisi Pemerintah hanyalah bagaimana melayani dan bagaimana menjaga tuannya yaitu rakyat, sehingga tercapai tujuan dari negara demokrasi tersebut.
Politik itu sebenarnya baik karena tujuan politik hanyalah memikirkan segala sesuatu demi dan untuk kepentingan negara. Hal yang membuat Politik itu buruk adalah karena adanya Policy yang memuat cara yang ditempuh untuk mencapai kepentingan negara tersebut dengan cara jahat, busuk dan dengan segala cara.