Islam Nusantara, apa itu? Siapa yang mencetuskan? Untuk apa? Mengapa harus diperkenalkan? Sejak kapan Islam Nusantara itu ada?
Sederet pertanyaan tersebut mungkin ada di banyak benak kebanyakan muslim di Indonesia, karena sebelumnya istilah itu memang tak dikenal. Baru-baru ini saja muncul.
Karena baru, maka keberadaannya jelas baru. Namun, dua kata penyusunnya merupakan istilah lama, bahkan sangat kuno. “Islam” merupakan istilah seumur umat manusia, sejak Adam hingga kini. Nusantara, sebutan kepulauan yang berada di ujung Tenggara benua Asia, yang sekarang sebagian besar masuk Indonesia, juga jauh lama dikenal saat peradaban manusia di Asia Tenggara muncul.
Ketika Islam diselewengkan oleh sebagian kaum Bani Israel, Nabi Isa a.s. mencoba meluruskan. Yang tidak mau diluruskan diberi nama agama Yahudi, bukan Islam. Kemudian, Islam yang diajarkan Nabi Isa a.s. juga diselewengkan sebagian umatnya. Setelah itu, diutuslah Nabi terakhir, Nabi Muhammad saw, yang diutus untuk meluruskan dan menjadi ajaran sempurna penutup zaman. Umat Nabi Isa a.s. yang tidak mau diluruskan, disebut menganut agama Nashrani.
Jika kemudian ada sebutan Islam Nusantara, apakah menjadi “penyempurna” Islam yang sudah ada sejak dahulu kala? Jika dirunut dari sejarah, tentu harus ada nabi utusanNya yang memberitakan perubahan tersebut. Adakah?
Hingga hari ini tidak ada kenabian yang memperbaharui ajaran Tuhan. Memang tidak akan ada, karena Tuhan sudah menetapkan dan mengumumkan bahwa ajaran yang disampaikan melalui RasulNya sudah sempurna, tak perlu ada Nabi lagi sesudah Nabi Muhammad saw.
Lalu? Mengapa muncul istilah Islam Nusantara kalau begitu?
Jika alasannya Islam Nusantara adalah ajaran yang terbaik dibanding hanya sekedar kata “Islam” tanpa embel-embel, maka sama artinya keluar dari Islam secara makna. Islam berarti agama kepasrahan, pasrah terhadap risalah yang dibawa Nabi. Sedangkan Islam Nusantara adalah ajaran yang dianggap menyempurnakan Islam tapi bukan dari Nabi, melainkan dari akal-akalan manusia, yang berarti tidak pasrah. Tidak pasrah sama dengan tidak Islam.
Oleh karenanya, sebelum muncul istilah Islam Nusantara, tidak dikenal Islam Amerikana, Islam Eropania, Islam Arabia, atau istilah-istilah yang lain, kecuali pasti sudah dihukumi sesat oleh para ulama. Orang masuk Islam, cukup dengan pernyataan universal: (1) bahwa Allah adalah tuhan satu-satunya yang disembah, serta (2) mengakui Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah.
Mungkin alasan lain? Jika istilah Islam Nusantara diseumpamakan sekedar “corak” yang muncul akibat perbedaan budaya umat yang berbeda-beda, barangkali sekedar “menyaingi” kelompok-kelompok pemahaman yang ada di Indonesia. Ada kelompok Salafi, Ikhwani, Khuruji, dan santri-kyai. Ada pula berbentuk ormas seperti FPI, Muhammadiyah, NU, Persis, dan HTI (sudah dibubarkan). Tapi, tidak tepat pula untuk dipersandingkan, karena tidak ada istilah Islam NU, Islam Persis, atau Islam Salafi. Semua kelompok itu menyebut diri Islam saja.
Atau alasannya untuk memberikan sifat terhadap orang Islam? Maksudnya mungkin orang Islam yang menjalankan syariat Islam dengan kearifan lokal. Misal, membaca Al Quran dengan nada yang dikenal di Jawa. Masalahnya, Nusantara itu bukan hanya budaya Jawa. Bahkan, ragam budaya sangatlah banyak, dan semua diakui sebagai kekayaan Nusantara.
Ataukah alasan yang terakhir ini? Bahwa Islam Nusantara diperkenalkan sebagai cara “mengusir” orang-orang yang tak sepihak, dengan klaim “paling Nusantara” dibanding yang lain? Mengusir orang Islam yang berpakaian dan berperilaku seperti orang Arab? Orang Jepang? Orang Cina? Orang Turki? Orang India?
Jika alasan terakhir yang dipakai, maka seperti orang yang memaksakan kebhinekaan versi diri sendiri kepada orang-orang yang sudah menghargai kebhinekaan versi bersama.
Jangan salahkan orang berpandangan negatif terhadap istilah Islam Nusantara, karena sangat mudah orang-orang berpikir salah satu alasan dari beberapa alasan di atas. Karena itu, bisa disimpulkan bahwa membuat istilah Islam Nusantara hanyalah menambah polemik saja, serta kontra produktif terhadap proses menjaga kesatuan umat.
Ditambah lagi, muncul berbagai bantahan-bantahan dari beberapa alim ulama (pewaris para Nabi), yang menandakan bahwa istilah Islam Nusantara muncul dari kalangan liberalis penganut kebebasan, lawan dari kepasrahan (atau Islam) .
Wallahu a’lam bishshawab.
Islam di Nusantara. kalau ini, mungkin nggsk akan bikin ribut2 yg tak ada guna?
Aneh.
Islam hanya ISLAM
Ini mirip Ahmadiyah. Mengaku Islam, tapi punya Nabi lain . Berawal dari proses berpikir yg sarat kepentingan , bukan dari wahyu. Jika memandang Islam sebagai agama intoleran, sebaiknya nama agama ini Agama Nusantara. Sehibgga Islam tak akan memoermasalahkan lagi. Bagi non Muslim yg sudah berbeda akidah, Islam jelas: bagiku agamaku, bagimu agamamu.