SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Offroad ke Lereng Merapi

Offroad ke Lereng Merapi

Kemacetan merupakan komsumsi yang biasa selama liburan lebaran. Antrian panjang sudah merupakan laporan harian setiap media. Apalagi masuk daerah pariwista, mobil bisa tidak bergerak karena macet. Untuk menghindari kemacetan yang hanya menyebabkan kita lebih banyak menikmati suasana di atas mobil, dalam liburan lebaran tahun ini kami memilih untuk melawan arus. Orang pada mudik, kami ngilir. Untungnya biaya murah dan jarang bertemu kemacetan.

Dengan dipandu seorang sopir, kami menikmati offroad jeep di lereng merapi Jogjakarta. Tempatnya yang mengasyikkan memberikan pengalaman baru bagi kami sekeluarga. Jalan penuh bebatuan yang merupakan sisa muntahan merapi tahun 2010 lalu, menjadikan tubuh kita sering terguncang ditengah raungan suara mesin jeep mendaki lereng pegunungan. Cuaca dingin pegunungan tidak mengurangi semangat kami, bahkan menambah keinginan untuk naik lebih tinggi lagi sampai ke bunker yang pernah dibuat pemerintah sebagai tempat perlindungan bagi warga jika nanti turun awan panas.

“Ini rumahnya Mbah Marijan. Beliau meninggal di sini dan dimakamkan di sini,” jelas Budi sopir offroad.

Kami menyaksikan tempat pemakaman Mbah Marijan yang terkenal sebagai juru kunci gunung merapi. Makamnya dipercantik dengan keramik dan disekelilingnya dipajang foto yang memperlihatkan kronologis terjadinya erupsi Merapi tahun 2010. Kisahnya, Mbah Marijan tetap bertahan ditempatnya, walau awan panas sudah turun menyelimuti lereng Merapi.

Muntahan Merapi yang berupa lahar panas banyak meninggalkan material disepanjang lokasi yang dilewatinya. Daerah yang dulunya perkampungan sekarang rata tertimbun pasir dan kerekel. Makin dekat ke puncak merapi, makin tidak kita temukan sisa perkampungan. Sisa bangunan hanya ditemukan pada lokasi yang berjarak 7 kilo meter dari puncak merapi. Di daerah ini masih tampak bekas bangunan berupa sisa dinding beton.

“Disini dulu kampung saya pak,” ujar Budi. “Sekarang kami masih tinggal di penampungan. Pemerintah tidak membolehkan kami untuk membangun kampung lagi sampai tahun 2030. Namun sekarang sudah ada penduduk yang kembali mengolah lahan miliknya untuk berkebun. Paginya mereka ke sini, sorenya mereka kembali ke penampungan”.

Dari kampung Mbah Marijan kami dibawa tour ke museum merapi. Di sini banyak dipajang foto perkampungan sebelum terjadi erupsi dan disandingkan dengan foto setelah erupsi. Sisa-sisa benda setelah kena lahar panas mereka simpan baik di museum ini. Ada gelas sudah pecah dan menciut setelah kena panas larva yang hampir 1.000 C. Juga ada bangkai mobil habis terbakar larva. Sekarang semuanya sudah kembali membaik, walau perkampungan belum lagi diperbolehkan untuk dibangun.

Sejarah dan peninggalan erupsi merapi inilah yang mereka tawarkan kepada pengunjung. Ada batu alien yang disebutkan sebagai sebuah batu yang berpindah dari puncak gunung saat aliran larva turun. Dari sudut tertentu batu ini terlihat bagaikan sebuah kepala manusia. Banyak pengunjung memanfaatkannya untuk foto selfie. Dilokasi batu alien ini juga dibangun tempat selfie dengan latar belakan gunung merapi dan ngarai bekas tempat lalu larva yang sekarang materialnya ditambang untuk membuat bangunan.

Kreatifitas masyarakat lereng gunung merapi kabupaten Sleman ini pantas diacungi jempol. Dengan gotong royong mereka membangun jalan ditengah material larva yang sudah dingin dan membeku serta mereka bangun tempat untuk foto selfie. Berbagai fasilitas pendukung seperti toilet dan mushalla mereka sediakan disetiap tempat yang dikunjungi. Juga tersedia tempat penjual makanan ringan bagi yang yang ingin mengisi perut karena keroncongan. Hasil kerja mereka tidak sia-sia. Banyak pengunjung yang datang menikmati suasana yang sejuk dilereng merapi sambil berfose bagaikan artis.

“Kami berbagi peran dalam mengelola kawasan ini pak,” lanjut Budi. Bagi mereka yang bisa menyopir, bertugas mengantarkan pengunjung dengan jeep sedangkan bagi pemuda yang tidak bisa menyopir mereka akan kebagian tugas untuk menjaga kawasan ini”.

Mungkin ditahun 2010 mereka mendapat musibah, tapi dibalik itu ada hikmah dan rahmat yang telah Allah sediakan. Dari sisa fenomena alam yang terjadi mereka dapat meraih rezeki. Banyak pengunjung yang memanfaatkan jasa mereka. Dari hasil pariwisata dan penambangan serta pertanian yang sudah mulai mereka garap inilah, mereka kembali hidup dan membangun desa yang telah ditinggalkan sejak beberapa tahun yang lalu.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER