SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Tanggap Mitigasi Bencana Alam, MRI-ACT Bali Lakukan Volunteer Field

Tanggap Mitigasi Bencana Alam, MRI-ACT Bali Lakukan Volunteer Field

DENPASAR, WARGASERUJI –  Sebagai organisasi yang berfokus pada area Kebencanaan dan Kemanusiaan, Organisasi Masyarakat Relawan Indonesia- Aksi Cepat Tanggap (MRI-ACT) mengadakan kegiatan  “Volunteer Field” untuk calon relawan-relawan baru di Its Milk Café Jalan Gunung Rinjani Denpasar pada Sabtu (26/1) pagi.

Kegiatan yang dihadiri oleh puluhan calon relawan yang berasal dari latar belakang pendidikan dan profesi ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran kemanusiaan lebih tinggi ketika ada bencana alam di Indonesia. Selain itu, melalui kegiatan ini dapat ditumbuhkan kepekaan para relawan terhadap fenomena-fenomena kemanusiaan di sekitar lingkungannya.

Hal yang paling penting juga apabila ada suatu bencana yang menimpa suatu daerah di Indonesia para relawan dapat bahu membahu untuk menggalang donasi bantuan secara swadaya tanpa bergantung pada pemerintah.

Para calon relawan yang hadir dalam kegiatan “Volunteer Field”  mendapatkan ilmu-ilmu baru mengenai kebencanaa dari pembicara yang berkompeten. Pembicara yang mengisi kegiatan ini diantaranya Ketua Divisi Sumber Daya Manusia MRI Bali, Antony dan dari Divisi Disaster Emergency Recovery Management MRI Bali, Denny.

Antony mengangkat tema Mitigasi Kebencanaan, sementara Deny mengisi materi mengenai Ilmu Kerelawanan. Kedua pembicara mengemas kegiatan dengan pemaparan materi dan diskusi interaktif selama tiga jam.

Antony, menjelaskan soal Mitigasi Bencana dengan jelas dan mudah dimengerti. Mitigasi, menurut Antony, merupakan pengurangan resiko kebencanaan agar tidak berdampak secara luas.

Mitigasi, kata Antony, sangatlah penting untuk dipelajari untuk masyarakat Indonesia khususnya yang ada di Bali. Indonesia secara umum dikelilingi Ring of Fire (Cincin Api) dan Patahan Sesar Bumi sehingga bencana alam bisa kapan saja terjadi. Bencana Alama pada daarnya tidak mencelakai mayarakat , namun masyarakat kurang paham  cara untuk menghindari suatu bencana karena edukasi kebencanaan yang kurang banyak diketahui.

“Kenali lokasi tinggal untuk memahami cara mitigasi bencana.  Misalnya di Bali ketika ada gempa bumi selama 10 detik maka yang bisa dilakukan adalah lindungi  kepala sebagai bagian tubuh yang vital, jika memungkinkan segera cari ruang terbuka seperti lapangan (area terbuka yang aman dari bagunan), apabila tidak memungkinkan untuk cari lokasi aman segera cari tempat perlindungan dibawah meja dan posisi membungkuk,” jelasnya.

Antony juga mengingatkan, apabila apabila ada gempa bumi dan sedang berada disekitar pantai segera lari ketempat yang tinggi dan kokoh dan bila melihat air laur surut dan banyak bangunan rata segera menjauh dan tidak masuk kekendaaan supaya tidak tersapu oleh Tsunami.

Ia juga mengajarkan para relawan untuk bertahan hidup ketika tertimbun bangunan akibat gempa.

“Apabila  kita tertimbun bangunan karena runtuh oleh getaran gempa disarankan jangan panik. Tutup hidung agar debu tidak masuk, cari benda terbuat dari besi untuk membuat suara konstan memberikan sinyal minta pertolongan kepada petuga SAR/BNPB yang menyisir lokasi berdampak bencana,” ulasnya.

Hal yang menarik lagi dari penjelasan Antony ialah metode Triangle of Life ketika ada gempa. Metode ini digunakan apabila terjadi gempa tidak ada lokasi perlindungan seperti dibawah meja. Menurut Antony metode ini cukup melindungi seseorang dari reruntuhan gempa bumi. Caranya dengan mencari tiang yang kokoh dalam bangunan dengan badan posisi membungkuk melindungi kepala.

Disesi materi yang dibawakan Denny, lebih membangkitkan semangat mengenai kerelawanan.

Denny mengatakan bahwa semua orang sebenarnya merupakan relawan. Relawan tidak harus turun kelapangan. Cukup dengan peduli dengan orang disekitar kita yang membutuhkan dan memiliki niat untuk menolong sudah diklasifikasikan sebagai relawan.

Menjadi relawan, kata Deni, bisa dengan menginfokan sesuatu lewat social media, mengumpulkan dana bantuan, atau bila memiliki keahlian khusus seperti jurnalis, keperawatan, trauma healing dan lain-lain sebaginya.

“Jangan takut sebagai relawan jika tidak memiliki banyak waktu karena bekerja. Menjadi relawan bisa dilakukan dengan kompetensi yang dimiliki,” tegasnya.

Untuk mematangkan mental calon relawan, pada minggu ketiga Maret 2019, akan diadakan “Volunteer Camp” di daerah Bedugul, Kabupaten Tabanan.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER