SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Setelah UAS Diperkarakan, Tak Ada Privasi di Rumah Ibadah Lagi?

Setelah UAS Diperkarakan, Tak Ada Privasi di Rumah Ibadah Lagi?

WARGASERUJI – Setelah Ustadz Abdul Somad (UAS) diperkarakan, semua khotbah di Masjid, Musholla, Gereja, Vihara, dan rumah ibadah lain akan disorot. Pernyataan keyakinan akan diserang. Tak boleh menyatakannya jika dirasa menghina. Akibatnya, tak ada privasi di rumah ibadah lagi?

Kalau benar-benar dibuka, keyakinan umat Islam dan umat Kristen itu sudah “saling menghina”. Umat Islam meyakini bahwa Yesus bukan Tuhan, jelas “bisa dianggap” menghina keyakinan umat Kristen yang menganggap Yesus adalah Tuhan. Demikian sebaliknya, umat Kristen “bisa dianggap” menghina keyakinan umat Islam karena menyatakan Tuhan punya anak.

Kalau mau dibawa ke pengadilan, apa perlu dibuktikan mana yang benar? Bagi yang keliru dalam keyakinan harus dihukum? Orang Kristen harus mengajukan segala bukti dalam pengadilan bahwa Yesus adalah benar-benar Tuhan dan orang Islam mengajukan hal yang sebaliknya?

Kalau memang tak bisa dipermasalahkan di pengadilan, seharusnya berhenti tanpa dicari mana yang benar. Keyakinan sudah menjadi urusan pribadi masing-masing, atau ranah privat.

Kalau ranah privat, berarti perlu batasan, atau paling tepat, tutupan. Persis seperti kamar mandi. Apapun yang dilakukan orang di kamar mandi, tak boleh diintip.

Orang mandi pakai cara “keyakinan” masing-masing. Yang tidak baik, mengkritisinya setelah mengintip. Lebih parah lagi, mengambil dokumentasi dan menyebarkannya agar dikritisi orang lain.

Kalau UAS sedang menyampaikan ajaran Islam kepada jamaahnya sendiri, maka umat yang lain jangan mengintip. Kalau ada yang mempertontonkan rekamannya, jangan dilihat. Itu ranah privat. Apa tidak risih melihat video tetangga yang sedang mandi?

Bukan cara mandinya yang dipermasalahkan. Tapi, pelanggaran privasi yang tidak boleh dilakukan. Melihat atau mengintip orang lain mandi itu tak beretika, walau mungkin tak sampai ke ranah hukum. Namun, menyebarluaskan hal yang privat itu  tabu sekaligus melanggar hukum.

Menjadi masalah ketika tidak ada kata sepakat terhadap mana yang privat dan mana yang publik. Bahkan, ditambah pula yang pertengahan, publik tapi terbatas. Seperti kajian UAS yang berada di tempat publik namun hanya kalangan jamaah masjid.

Maka, perlu konsensus bersama. Batasan privat mana yang tidak boleh diintip, mana yang boleh diintip tapi tak boleh disebar, mana pula yang terbuka tanpa perlu privasi. Karena, kadang-kadang orang merasa hal tersebut terbuka, namun membuat risih orang lain. Seperti orang mandi di pinggir jalan.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER