Keadilan Sosial di Sumatera
Jika Papua mempunyai refleksi bahwa mereka dijajah Indonesia sehingga ingin merdeka, Melayu di Sumatera harus memikirkan keberadaannya sebagai penguasa wilayah itu secara nyata dalam bingkai Indonesia. Penguasaan itu dibuktikan dengan mengubah pola penguasaan lahan-lahan dan asset produktif.
Seperti di Malaysia, tanah Melayu lainnya, penguasaan tanah dilakukan secara mayoritas oleh rakyatnya. Korporasi besar, baik swasta maupun negara, menguasai usaha, misalnya perkebunan, bersifat derevatif. BUMN Sawit Malaysia, Felda, bersama rakyat petani sama-sama memiliki saham perusahaan tersebut.
Penguasaan tanah Sumatera oleh orang-orang melayu, termasuk didalamnya Aceh, Minang, dll, setelah 74 tahun merdeka dan bersama dalam Bendera Merah Putih, akan mempunyai benang sejarah pada keinginan Melayu untuk merdeka dalam NKRI. Hal itu juga buat Aceh akan menjadi contoh yang baik.
Jika tidak, maka hakekat kemerdekaan belum terjadi. Struktur kolonial masih berlanjut dan akan melemahkan semangat persatuan nasional.
Penutup
Masa depan rakyat Sumatera merupakan agenda besar sebagai refleksi bagi bangsa-bangsa asal Sumatera. Refleksi ini mengingat adanya keinginan yang kuat dari bangsa Papua untuk merdeka dan kecenderungan Presiden Jokowi berkompromi dalam isu ini. Setidaknya statemen Jokowi beberapa waktu lalu yang menganggap keinginan merdeka ini sebagai masalah saling memaafkan saja.
Refleksi pertama adalah sejauh ini kita melihat bahwa arah pembangunan nasional selama ini, dari dulu, lebih berorientasi pada penguatan struktur penindasan korporasi besar konglomerat terhadap rakyat melalui penguasaan dan eksploitasi kekayaan nasional. Papua dan bangsa Papua menyatakan tidak merima keberlangsungan model ini.
Kedua, kemerdekaan kita yang sudah 74 tahun belum menunjukkan kemerdekaan yang sesungguhnya. Dimana rakyat semakin hari semakin terpinggirkan.
Ketiga, Sumatera sebagai basis masyarakat Melayu, harus melihat keinginan bangsa Papua untuk merdeka sebagai cerminan melihat kapan bangsa Melayu menjadi bangsa besar. Mungkinkah sebuah universitas di Sumatera bisa menyaingi univeritas di Malaysia misalnya?
Dengan demikian, refleksi ini bisa berguna untuk memajukan Indonesia kedepan, dengan atau tanpa Papua (semoga tetap ada Papua).
*) Dr. Syahganda Nainggolan, inisiator Kongres Rakyat Sumatera