SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Masa Depan Rakyat Sumatera

Masa Depan Rakyat Sumatera

WARGASERUJI – William Marsden telah menulis sejarah Sumatera berdasarkan pengalaman langsung hidup di Bengkulu dan menjelajah berbagai daerah Sumatra sepanjang tinggal di sana 1771-1779. Lalu Snouck Hurgronje menulis sejarah Aceh berdasarkan interaksinya dengan masyarakat Aceh pada 1891-92. Kedua orang tersebut sosok penting untuk melihat kembali ke masa lalu bangsa Melayu dan bangsa lainnya yang mendiami pulau itu.

Marsden bekerja untuk kepentingan Inggris yang menguasai pelabuhan Bengkulu sedangkan Snouck bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda meredam pembrontakan Aceh.

Menurut Marsden, ada 6 Bangsa yang mendiami pulau Sumatera ketika itu, yakni Melayu, Rejang, Batak, Aceh, Lampung dan Minangkabau. Tentu ada kelompok-kelompok bangsa kecik lainnya seperti Nias dan Mentawai. Atau sub bangsa dari 6 bangsa tadi. Namun, sebagai sebuah eksistensi dengan sebutan bangsa, maka keenam tadi menjadi bahasan Mersden secara utama, mungkin karena jumlah dan pengaruhnya dominan.

Dalam interaksi yang semakin intens di abad berikutnya, abad ke 19 dan setelahnya, bahasa dominan di Sumatra merupakan bahasa Melayu. Bangsa Rejang sendiri, yang menjadi referensi Marsden mengadopsi bahasa Melayu kemudian harinya.

Pada saat Marsden dan Snouck menuturkan pengamatannya tentang bangsa di tanah Sumatera ini, keperluan mereka adalah untuk mendeskripsikan makhkuk hidup dan segala isinya, agar mudah bagi bangsa Eropa menguasai pulau ini.

Keperluan bangsa Eropa saat itu adalah menguasai rempah-rempah, getah kayu, emas, dlsb. Pada tahun 1871, Inggris menyerahkan seluruh kekuasaannya di Sumatera kepada Belanda melalui tukar guling atas kekuasaan Belanda di Gold Coast, Afrika.

Marsden memperlihatkan variasi bangsa-bangsa yang mendiami Sumatera saat itu seperti berkulit agak putih di Lampung dan sedikit hitam atau cokelat sawo matang di daerah lainnya. Snouck sendiri mendeskripsikan orang-orang Aceh merupakan keturunan Arab, Persia dan Turki.

Namun, di luar perbedaan itu, di masa itu orang luar memikirkan bahwa orang Melayu lah penghuni Sumatera. Jika dibicarakan saat ini, maka sesungguhnya mengatakan Melayu pada semua bangsa di Sumatera hampir dapat diterima. Mungkin sedikit membedakan dari sisi siapa yang lebih tua, sehingga di sebut Proto Melayu, versus yang lebih muda Melayu.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER