SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Masyarakat Kinipan Menjerit, Ribuan Hektar Hutan Adat Dibabat Perusahaan Sawit

Masyarakat Kinipan Menjerit, Ribuan Hektar Hutan Adat Dibabat Perusahaan Sawit

Lamandau – Tragis, nasib yang menimpa masyarakat adat Suku Dayak Laman Kinipan Kecamatan Batangkawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah ini. Pasalnya, kehidupan 239 kepala keluarga (KK), dengan jumlah 938 jiwa terancam tidak lagi bisa menggantungkan hidupnya dari hutan adat tersebut.

“Saya bertani, rotan, karet, durian, jengkol. Tidak usah ditanam mereka tumbuh sendiri,” kata Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan saat dikonfirmasi melalui telephon cellulernya, Selasa (27/11).

Dia begitu khawatir dengan adanya perusahaan sawit masuk wilayah adat mereka. Karena kan merusak ekosistem alam, sungai yang selama ini mejadi mata pencaharian nelayan terkena ancaman limbah. Begitu juga hutan yang gundul akan menyebabkan bencana. Apalagi, perusahaan terletak di hulu, dan pemukiman di hilir.

”Nantinya, akses masyarakat berburu, mencari ikan dan mencari kayu makin sulit,” katanya.

Pada 2012, PT Sawit Mandiri Lestari (SML) mulai datang untuk menginformasikan kepada masyarakat adat Laman Kinipan. Mereka mau negosiasi soal pergusuran wilayah adat Laman Kinipan.

”Mereka bilang mau akan ada investasi perkebunan sawit,” kata Buhing.

Mereka (warga) kaget dan tegas menolak. Penolakan itu dibuat dan tertulis. Karena investasi sawit ini berada di wilayah rimba adat Laman Kinipan.

Perlu diketahui, luas wilayah adat Laman Kinipan 16.169,942 hektar, terdiri dari 70% hutan rimba dan 30% lahan garapan masyarakat dan pemukiman. ”Hutan rimba jadi sangat penting bagi kami, salah satu sebagai sumber obat-obatan.” jelas Effendi.

Tak hanya itu, hutan rimba jadi bahan papan, pangan, dan sandang. Sebagai sumber air dan penyeimbang alam karena letaknya di hulu. Pada April 2016, masyarakat sudah merilis pemetaan wilayah adat Laman Kinipan. Kala itu, dihadiri Asisten III Kabupaten Lamandau, anggota DPRD Lamandau, Pengurus Wilayah AMAN Kalteng, PW BPAN Kalteng, Dewan Wilayah AMAN Kalteng.

Awal 2018, Effendi juga ambil bagian dalam rapat koordinasi nasional hutan adat yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

”Kami sudah mengajukan pencadangan hutan adat kepada KLHK. Kami sudah memiliki peta dan sudah diverifikasi,” katanya.

Usai pertemuan itu, rencana investasi yang sempat mencuat, menjadi senyap. Namun demikian, sesekali mereka (pihak perusahaan) datang dan pergi mengecek ke hutan dan ke kampung untuk lobi-lobi. Kesepakatan dan jawaban warga pun tetap menolak.

Hingga Februari 2018, PT SML datang dengan alat beratnya, mereka menebang hutan besar-besaran. Pepohonan dihancurkan dan langsung ditanami sawit. Luasan perkebunan mereka  mencapai 1.242 hektar.

”Pohon batang besar-besar ditebang, kayu ulin untuk membuat rumah masyarakat, jelutung, meranti, kapang dan sebagainya rusak,” tandasnya.

Hutan rimba mereka sudah berstatus alokasi penggunaan lain (APL), sambung Effendi, dan memiliki kayu-kayu besar. Namun kini, kayu-kayu itu berubah dan berganti menjadi tanaman sawit. Kala alat berat datang, mereka (masyarakat adat) memilih diam, hal itu untuk menghindari bentrokan antara masyarakat dan perusahaan.

”Kami tak ada keberanian karena mereka dijaga pihak aparat,” terangnya.

Dia memang mengakui, tak ada intimidasi saat mereka negosiasi ataupun lobi-lobi. Ketua Adat pun selalu mengingatkan kepada masyarakat adat agar tidak melakukan perbuatan anarkis. Hal itu guna menghindari kriminalisasi serta tindakan yang tidak diharapkan.

”Mereka berani beroperasi karena sudah mengantongi izin lokasi dan izin usaha perkebunan. Bagaimana bisa izin di wilayah adat, ini yang jadi masalah,” katanya kesal.

Menyikapi hal itu, warga adat sudah tiga kali melayangkan surat kepada perusahaan. Surat pertama, melakukan penolakan dan menghentikan operasi di wilayah adat. Kedua, mengajak perusahaan duduk bersama dengan masyarakat adat. Ketiga, mengirimkan tuntutan adat.

“Semua surat tidak digubris,” pungkasnya.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER