SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Rawat Nenek Ubud, Komunitas Ketimbang Ngemis Bali Berbagi Kebahagiaan

Rawat Nenek Ubud, Komunitas Ketimbang Ngemis Bali Berbagi Kebahagiaan

DENPASAR, WARGASERUJI – Di usia senjanya, Ni Wayan Lepug (85 tahun) Asal Ubud, Kabupaten Gianyar harus hidup sebatang kara tanpa ditemani oleh keluarganya. Anak satu-satunya telah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Cucu kandung Nenek Ubud sudah setahun belakangan tidak pernah menjenguk ke rumah mungil berukuran 3×3 meter di Jalan Gatotkaca, Gang Buntu, Denpasar.

Ni Wayan Lepug atau akrab disapa Nenek Ubud dahulu saat masih sehat berprofesi sebagai pedagang buah Salak di Pasar Badung. Ia mulai berjualan dari tahun 1951 hingga suatu musibah terjadi menyebabkan pingganggya separuh mati rasa dan susah untuk duduk secara normal. Demi mencukupi kebutuhan sehari-hari ia mengandalkan belas kasihan tetangga ataupun dermawan yang mengetahui nasibnya.

Kondisi rumah mungil Nenek Ubud bisa dikatakan tidak sehat. Rumah mungil ini tidak begitu terawat dan penuh debu. Jika musim hujan datang, rembesan dan tetesan bocor menjadi tak terbendung.

Komunitas Ketimbang Ngemis Bali Rawat Nenek Ubud

Mengetahui kondisi Nenek Ubud yang sangat memprihatinkan, ‘Komunitas Ketimbang Ngemis Bali’ mengagendakan kegiatan pengabdian masyarakat dengan menjenguk dan merawat Nenek Ubud secara sukarela. Perawatan dilakukan seminggu dua kali, yakni setiap hari selasa dan sabtu.

Tim ‘Komunitas Ketimbang Ngemis Bali’  membagi diri menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok melakukan piket untuk merawat Nenek.

Saat disambangi tim Komunitas ‘Ketimbang Ngemis Bali’ pada hari Selasa (12/2), Nenek Ubud sedang rebahan di ranjang usangnya. Ia pun tergopoh-gopoh bangkit menyambut relawan ‘Komunitas Ketimbang Ngemis Bali’. Nenek Ubud cara berjalannya sudah tidak normal dan (maaf) membungkuk sambil berpegangan pada benda di sekelilingnya.

Berbagi Tugas Rawat Nenek Ubud

Relawan ‘Komunitas Ketimbang Ngemis Bali’ membawakan sarapan bubur ayam hangat untuk disantap pagi itu. Relawan ada yang merapikan ranjang Nenek Ubud, mencuci gelas dan piring, serta mengajak Nenek Ubud mengobrol. Beberapa tim juga ada yang membelikan lauk pauk untuk Nenek Ubud makan siang. Nenek Ubud begitu senang ada yang memperhatikannya.

“Odah (sebutan nenek dalam bahasa Bali) tidak dapat membalas kebaikan adik-adik sekalian,” ucapnya sambil berkaca-kaca.

Ketua Project kunjungan ke Nenek Ubud, Ayu Zulalina mengatakan bahwa kegiatan yang mereka lakukan semata-mata untuk membahagiakan Nenek sehingga bisa hidup lebih layak.

“Mudah-mudahan kegiatan sederhana kami bisa membuat hati nenek senang. Kami mengasihi dan merawat beliau seperti Nenek kami sendiri. Setidaknya apa yang kami lakukan bisa membuat kehidupan nenek menjadi lebih layak,” ungkapnya.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER