WARGASERUJI – E-dagang, youtuber dan selebgram dikagetkan dengan kehadiran pajak di dunia online. Peraturan Mentri Keuangan (PMK) Nomor 210 tentang Pajak untuk E-dagang akan segera diimplementasikan. Peraturan ini dikeluarkan pemerintah untuk memberikan keadilan baik untuk pengusaha offline maupun online.
Yang menarik, bahwa potensi untuk penerimaan pajak jika dihitung untuk Pph Final bisa mencapai Rp342 miliar, dengan melihat jumlah transaksi di tiga platform e-dagang sebesar Rp68,4 triliun di tahun 2017. Sungguh angka yang fantastis.
Dari ungkapan Mentri Keuangan, pajak yang akan diberlakukan ini tidak menyasar seluruh pedagang online. “Kalau mereka mendapatkan pendapatan di bawah Rp 54 juta, itu tidak mendapatkan pajak. Tidak masuk di dalam pendapatan tidak kena pajak”, kata Sri Mulyani. (SUARA.com).
Meskipun peraturan ini baru akan diberlakukan pada April 2019, bisa dipastikan akan berimbas dengan harga barang yang dijual secara online. Barang-barang yang dijual pasti akan mengalami kenaikan.
Dampak pajak sebagai tulang punggung
Pajak yang telah diberlakukan terhadap rakyat juga belum mencapai target. Pada tahun ini pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.786.4 trilliun. Ini merupakan penambahan sebesar 20 persen dari tahun sebelumnya. Untuk mencapai target, Mentri Keuangan berencana akan memberlakukan pajak bagi padagang online. Terobosan ini diharapkan dapat mencukupi anggaran belanja yang telah direncanakan.
Dalam sistem ekonomi saat ini, pajak menjadi pendapatan penopang dalam pembiayaan urusan negara. Dana yang dibutuhkan untuk keperluan negara bersumber dari pajak. Mulai dari pembangunan infrastruktur, biaya kesehatan, biaya pendidikan, dan pembayaran gaji pegawai negara. Sehingga, benar-benar menjadikan pajak sebagai tulang punggung negara. Itu artinya pajak merupakan sumber utama pendapatan negara.
Ditengah kesulitan ekonomi yang menyesakkan hati rakyat, tentu pajak yang ditanggung menjadi permasalahan yang diperhitungkan. Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja banyak rakyat yang ngos-ngosan. Sehingga, pajak yang diberlakukan dapat menjadi beban dan menyulitkan.
Meskipun rakyat miskin tidak membayar pajak akan tetapi mereka dikenakan PPn ketika membeli barang. Sehingga pajak yang menjadi sumber negara jelas yang membayar adalah seluruh kalangan rakyat.
Adanya pajak bagi pedagang online maupun offline, tentu menjadi salah satu sumber kenaikan harga barang. Sehingga, rakyat yang tadinya dapat merasakan harga barang yang murah karena adanya pajak hal ini tidak dapat dirasakan. Tentu, pajak yang menjadi solusi sebagai sumber keuangan negara sepertinya tidak memberikan arti. Semakin banyaknya item yang dipajak dan semakin naiknya pajak hal ini semakin membuat rakyat merana dan menderita.
Pajak dalam Islam
Dalam Islam sumber utama pendapatan negara bukan pajak. Yang menjadi pendapatan utama negara adalah fai’, kharaj, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara, khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan harta orang murtad.
Pemungutan pajak dalam Islam dilakukan jika kondisi baitul mal benar-benar kosong. Pemungutan pajak pun tidak menyasar seluruh rakyat, akan tetapi dipungut dari rakyat yang benar-benar kaya. Bagi rakyat yang kaya pun masih dikhususkan lagi. Bila harta kekayaan wajib pajak tidak lebih dari kebutuhan hidupnya walaupun sudah mencapai satu priode maka tidak diambil pajak. Pajak baru ditarik jika dihitung harta kekayaan wajib pajak lebih dari kebutuhannya.
Rasulullah pernah memberlakukan pajak bagi rakyatnya setelah perang hunain. Setelah perang hunain kondisi negara Islam mengalami defisit. Tidak ada harta sedikit pun di baitul mal. Pajak diambil hanya dari orang-orang kaya saja. Setelah defisit teratasi pajak pun tidak dipungut lagi baik dari rakyat muslim maupun non muslim.
Sistem ekonomi dalam Islam dibangun diatas akidah Islam. Untuk memenuhi kebutuhan negara dan rakyat, negara mengoptimalkan kakayaan alam. Sehingga kekayaan alam benar-benar dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Pengelolaan kekayaan alam tidak boleh diserahkan kepada individu atau pun perusahaan. Dengan pengelolaan yang benar dan amanah maka kekayaan alam akan bermanfaat dan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Maka, pajak dalam Islam tidak menjadi kewajiban rakyat. Pajak dipungut untuk keperluan yang mendesak dan sekedarnya. Sehingga, rakyat tidak akan dibebani dengan pajak. Dengan demikian, saatnya beralih pengaturan ekonomi sesuai Islam. Dimana sumber pendapatan negara bertumpu kepada kekayaan alam bukan bertumpu kepada pajak.