SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Demokrasi Sahabat Mainstream

Demokrasi Sahabat Mainstream

WARGASERUJI – Menjadi pemilih di pemilu itu bisa untuk mengukur seberapa tingkat anti-mainstream (atau bahasa bukan asingnya, anti arus utama). Dasar demokrasi memang kekuasaan rakyat, namun legitimasi pemilu menetapkan bahwa kekuasaan itu milik “sebagian” rakyat. Khususnya, rakyat mayoritas atau kalau boleh sebut saja rakyat “mainstream“. Karenanya, orang yang bertipe anti-mainstream “tak bersahabat” dengan demokrasi.

Sebagai contoh, dalam pergelaran pilpres yang sudah berlangsung, pasti ada orang yang pernah mencoblos calon presiden empat kali, empat kali pula calonnya kalah. Orang seperti ini jumlahnya pasti sedikit. Kalau boleh, sebut saja orang ‘aneh’, karena selalu berlawanan dengan kehendak mayoritas.

Apakah orang “aneh” selalu kalah? Sangat bisa. Apakah orang “aneh” selalu salah? Belum tentu. Sejarah mencatat, begitu banyak para rasul Allah yang didustakan mayoritas umatnya. Bahkan ada rasul yang tak punya pengikut sama sekali. Saat itu, rasul Allah dianggap aneh (anti-mainstream), namun tidak nganeh-nganehi (dalam bahasa Jawa yang berarti “tidak berniat berbuat aneh”). Sebut saja orang seperti ini dengan tipe “anti-mainstream sunnatullah“.

Belum tentu orang aneh itu benar. Bisa jadi karena memang sengaja berlaku aneh. Sebut saja bertipe “anti-mainstream aliran bid’ah“. Contoh, grup punk, seniman, dan lain-lain.

Kalau setelah pemilu, kemudian calon yang ia pilih tak pernah jadi pemenang, tanpa sengaja berlaku anti-mainstream, maka memang bertipe “anti-mainstream sunnatullah” (atau, alami). Barangkali, cara menentukan calonnya berbeda dengan kebanyakan orang. Mungkin yang dilihat dari sisi yang tidak mainstream (misal, tidak populer, atau karena si calon punya keunikan yang anti-mainstream).

Sedangkan orang yang menyengaja berlaku anti-mainstream, akan selalu melihat sikap mayoritas. Apapun yang mayoritas pilih, maka dirinya akan pilih sebaliknya. Sampai-sampai, jika ia melihat semua ikut pemilu, ia akan “membeda” dengan tidak ikut pemilu.

Sebagai penutup dan penghibur bagi yang di pemilu selalu “salah pilih”, ingat sabda Nabi.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاء

“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).

Yang penting, jangan sengaja berbuat aneh hanya karena ingin jadi anti-mainstream.

Segala puji bagi Allah, Rabb (Pencipta, Pengelola, Pemelihara) semesta alam.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER