SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Film “Kucumbu Tubuh Indahku”, Tuntunan?

Film “Kucumbu Tubuh Indahku”, Tuntunan?

WARGASERUJI – Film adalah bentuk kreativitas seorang manusia. Semua ide dapat dituangkan di dalamnya. Bukan hanya sebagai hiburan  belaka, tentunya akan lebih berharga jika menciptakannya untuk membentuk karakter positif bagi setiap yang menontonnya. Pendek kata, sejatinya bisa menjadi tuntunan tidak sekadar tontonan. Termasuk yang perlu diulas, film buatan Garin berjudul “Kucumbu Tubuh Indahku”.

Memang banyak pendapat terhadap terciptanya sebuah film. Baik yang pro maupun kontra dengan disertai alasan. Tapi satu hal yang pasti. Semua yang terkait kehidupan ini sudah seharusnya dikembalikan kepada maunya yang menciptakan kehidupan. Di samping adanya kebebasan kita berperilaku dan memanfaatkan materi di dunia ini.

Film berjudul “Kucumbu Tubuh Indahku” adalah bentuk kreativitas.  Pembuatnya mengungkapkan alasan terkuatnya adalah  unsur kemanusiaan. Hal itu senada  dengan pernyataan produsen film tersebut.

“Yang paling penting tahu betul apa alasan kita menyampaikan film seperti ini, bahwa yang kita omongin ya manusia itu sendiri, itu yang justru kalau misalnya film ini ditonton seharusnya enggak ada kekhawatiran ini sama sekali,” ujar Ifa, selaku produsen film (tirto.id,27/04/19).

Senada dengan keberadaan film tersebut bergumamlah seorang gay dalam tulisannya.

“Saya gay dan saya ingin bilang menonton film Garin Nugroho ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ sepuluh kali pun tidak akan mengubah orientasi seksualmu. Please, deh!” (mojok.co,27/04/19)

Film karya Garin itu telah diakui kualitasnya di dunia dan memenangkan Asia Pacific Screen Award, film terbaik Festival Des 3 Continents Nantes 2018, dan mengikuti seleksi festival film internasional di Venesia.

Meskipun film tersebut telah menorehkan sederet prestasi internasional, tapi ternyata tak bisa memuluskan publikasinya di Indonesia. Seperti dalam pemberitaaan Wali Kota Depok, Mohammad Idris, melalui surat bernomor 460/185-Huk/DPAPMK tertanggal 24 April 2019 menyampaikan keberatan atas penayangan film itu dan melarang penayangan film tersebut di wilayahnya. Penyebabnya, film tersebut dapat meresahkan masyarakat karena bisa memengaruhi cara pandang atau perilaku masyarakat terhadap kelompok LGBT dan dianggap bertentangan dengan nilai agama.

“Film tersebut diduga memiliki konten negatif yang dapat mempengaruhi generasi muda,” kata Idris dilansir Antara (tirto.id, 27/04/19)

Pelarangan tentang film tersebut tak hanya terjadi di Depok, tapi juga di Kabupaten Kubu Raya. Alasan yang digunakan Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan serupa dengan Wali Kota Depok.

“Saya coba [lihat] trailer film itu dan coba lihat sekilas, ya cukup menurut saya tidak patut. Cukup membahayakan dampaknya, buat khawatir jadi sesuatu yang seolah-olah dimaklumi,” ujar Muda Mahendrawan saat dihubungi reporter Tirto.( tirto.id,27/04/19)

Mahendrawan menambahkan selaku kepala daerah ia memiliki tanggung jawab terhadap moral masyarakat di wilayah Kubu Raya.Tak hanya itu, Mahendrawan pun berencana untuk menyurati Menkominfo untuk menghapus peredaran film tersebut di internet.

Terlepas dari banyak pro dan kontra dari film tersebut. Saya merasa penting untuk mengulik fakta film tersebut. Berdasarkan trailer film “kucumbu tubuh indahku”, terdapat pola didik yang salah kepada pribadi seorang anak laki-laki. Traumatik yang mendalam pada anak tersebut tidak diobati dengan pola didik yang dibenarkan sang Pencipta Kehidupan. Dan beberapa adegan tak pantas sangat jelas terlihat dalam film tersebut.

Juno kecil yang sedari dini hidup dalam ketakutan kini menjadi sosok yang bukan fitrahnya. Menjadi penari lanang Lengger yang ber-make up yang sejatinya bukan fitrahnya seorang laki-laki. Sekaligus berlenggak-lenggok demi mempertontonkan kegemulaiannya.

Meskipun alasan sang sutradara pembuatannya dengan dalih kemanusiaan, namun yang terlihat sesungguhnya  adalah bentuk pemakluman terhadap perubahan seseorang ke arah yang bukan dirinya. Ke arah pribadi yang berbeda dari ciptaan awal nya.

Dan tentu laknat Allah sangat besar bagi kita yang mendorong orang lain berbuat yang tidak sesuai fitrah seperti kaum liberal. Film seharusnya bukan sekedar hiburan. Tapi jelas harus  ada pengajaran dan pendidikan. Ketika generasi saat ini  yang belum memiliki daya saring terhadap mana yang benar dan tidak benar sesuai syariat, maka menonton sesuatu yang liberal seperti film tersebut adalah kesalahan.

Generasi milenial saat ini bukan generasi mandiri. Mereka dominan “mengikut”. Pun seandainya tidak, terkadang ada sepintas dalam benak mereka untuk coba-coba hal baru.

Maka haruslah banyak pihak berperan terhadap perkembangan generasi. Tidak cukup hanya dengan pelarangan penayangan film tersebut. Dan tidak juga cukup dengan  membuat petisi terhadap berbagai hal yang merusak. Semua harus diperbaiki dengan tuntas sampai ke akar-akarnya. Arah pendidikan generasi saat ini jelas harus ada peran orangtua, masyarakat sekitar dan negara yang termasuk di dalamnya menyediakan tontonan sebagai tuntunan positif.

Maka ketika melihat ke syariat Islam, kita akan mendapati berseni itu adalah suatu kebolehan (mubah). Film adalah sebuah karya seni. Namun seni juga dibatasi. Bukan sebebas-bebasnya.

Sejatinya seni ketika Islam jaya dulu, banyak digunakan untuk sarana mendakwahkan ajaran Islam ke semua pihak. Negara akan memberi izin mempublikasikan hal tersebut apabila telah lulus dari Departemen Penerangan. Tentu standarnya adalah akidah Islam. Informasi  yang disampaikan sangat penting berkaitan dengan akidah Islam sekali pun itu sebuah tontonan.

Jika memang merusak perkembangan dan persatuan rakyat maka akan ditiadakan. Jika memberikan arah pandang yang baik dan positif bagi kehidupan rakyat maka dipublikasikan.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER