SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Harga Pangan Bak Barang Mewah, Emak-Emak Pun Gerah

Harga Pangan Bak Barang Mewah, Emak-Emak Pun Gerah

WARGASERUJI – Kenaikan harga pangan kini telah mewarnai dunia perekonomian. Seolah menjadi hal yang tidak mau ketinggalan sebagai isu terdepan. Harga pangan di era milenial saat ini bak barang mewah yang menjadi kebutuhan.

Kenaikan harga pangan tertinggi terjadi pada harga bawang merah sebesar 5,92 persen atau sebesar Rp2.000 per kilogram (kg) menjadi Rp35.800 per kg. Selain bawang merah, harga bawang putih juga meningkat 2,23 persen atau Rp700 per kg menjadi Rp32.050 per kg.

Sementara harga cabai merah besar naik 4,03 persen atau Rp1.250 per kg menjadi Rp32.300 per kg. Lalu harga cabai merah keriting naik 2,14 persen atau Rp600 per kg menjadi Rp28,700 per kg dan cabai rawit merah naik Rp150 per kg menjadi Rp38.500 per kg.

Kenaikan harga juga terjadi pada minyak goreng kemasan bermerk, gula pasir premium, dan gula pasir lokal masing-masing menjadi Rp50 per kg. Harga minyak goreng menjadi Rp14.350 per kg, gula kualitas premium Rp14.750 per kg, dan gula pasir lokal Rp12.050 per kg.

Sementara itu, harga cabai rawit hijau turun Rp450 per kg menjadi Rp32.550 per kg, sedangkan harga beras kualitas medium II, minyak goreng curah, dan minyak goreng kemasan bermerk 2 masing-masing Rp11.750 per kg, Rp11.350 per kg, dan Rp13.650 per kg. (CNN Indonesia).

Semakin mewahnya harga bahan pangan tentu ini menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan. Pihak yang langsung terserang dari kenaikan ini tentunya ibu rumah tangga. Ditengah himpitan ekonomi yang semakin melilit, para ibu harus memutar kepala agar kebutuhan dapat terpenuhi dengan pendapatan yang masih jauh dari angan-angan.

Tidak dipungkiri, secara naluriah tatkala penghasilan suami tidak mencukupi seorang ibu akan melakukan tindakan untuk membantu mencari penghasilan agar kebutuhan dapat tercukupi. Seorang ibu mau tidak mau juga merasakan kerasnya kehidupan mencari uang tambahan.

Berperan aktifnya para ibu diluar rumah tanpa disadari hal ini memberi efek tersendiri. Salah satunya adalah berkurangnya perhatian ibu terhadap anak-anaknya. Tatkala hal ini dibiarkan maka akan sangat riskan, karena anak-anak akan mencari perhatian kepada yang lain. Tatkala anak mendapat perhatian dari orang yang tidak tepat, tentu ini sangat mampu menghantarkan kejurang kehancuran.

Maka, menjadi kewajaran jika anak mudah sekali terserang narkoba, seks bebas, malakukan pornografi dan pornoaksi. Mereka menganggap hal itu yang mampu membuat mereka senang dan nyaman.

Dari kajian Direktur Jenderal Perdagangan dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Tjahya Widayanti kenaikan harga pangan khususnya harga bawang putih disebabkan minimnya stok, yang diakibatkan belum adanya izin impor yang diberikan oleh Kementerian Pertanian.

Tjahya mengatakan, mayoritas atau sebanyak 90% kebutuhan bawang putih selama ini berasal dari impor. Meski demikian, pemerintah belum memutuskan akan membuka keran impor kembali untuk mengendalikan kenaikan harga pangan.

Semakin mewahnya harga pangan, juga dapat menjadi peluang bertambahnya daftar rakyat yang terserang penyakit. Karena mereka tidak mampu membeli kebutuhan pangan. Tentu hal yang demikian tidak boleh dibiarkan.

Pemerintah sebagai pengayom masyarakat telah memikirkan bagaimana membendung kenaikan harga pangan. Cara yang ditempuh Kementrian Pertanian (Kementen) agar harga pangan tidak melambung tinggi adalah:

Pertama: Kementrian Pertanian akan memberlakukan aplikasi Sistem Monitoring Pertanaman Padi (Simotandi) yang menggunakan citra satelit beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing crop tanaman padi. Aplikasi Kalender Tanam (Katam) berfungsi untuk mengetahui waktu tanam, rekomendasi pupuk dan penggunaan varietas.

“Sektor pertanian sudah memasuki industri 4.0 yang ditandai babak baru, antara lain munculnya Katam, Si Mantap, Smart Farming, Smart Green House, Autonomous Tractor, dan Smart Irrigation,” ujar Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Dedi Nursyamsi dalam keterangan tertulis, Selasa (19/3/2019). (detikFinance).

Aplikasi lain yang akan diberlakukan adalah aplikasi Si Mantap yang dimanfaatkan PT Jasindo dalam rangka mem-backup asuransi pertanian. Dedi menjelaskan bahwa aplikasi ini membantu pihak asuransi supaya mendeteksi risiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme pengganggu tumbuhan.

Kedua: Kementrian Pertanian akan menjalin kerjasama dengan  Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy  memprogram LKMA yang sudah tumbuh dari gabungan kelompok tani (Gapoktan) dapat menjadi penjamin harga jual produk pertanian milik petani.

“LKMA dapat berfungsi sebagai pembeli hasil panen dari para petani dengan harga yang wajar dan menjualnya ke pasar tradisional maupun modern atau perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam pasar, seperti Bulog, KUD, Penggilingan, dan sejenisnya, sehingga petani ada jaminan harga atas produk yang dihasilkannya,” ujar Edhy. (Liputan6.com).

Selain itu, Kementan juga mendorong LKMA agar menjadi pionir kelembagaan keuangan mikro di pedesaan yang mampu menyediakan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, dan pestisida. Peran dari LKMA lebih lanjut adalah memberikan kredit lunak kepada petani untuk melakukan budidaya. Petani akan membayar kreditnya setelah panen.

Ketiga: Pemerintah memberikan bantuan pangan non tunai (BPNT) kepada masyarakat. Program ini sudah berjalan sejak Mei 2018. Setiap keluarga penerima manfaat (KPM) mendapatkan bantuan Rp 110.000 per bulan dalam bentuk saldo pada kartu keluarga sejahtera (KKS). Bantuan itu bisa dibelanjakan untuk beras premium di agen-agen yang sudah bekerja sama dengan pemerintah.

Meskipun solusi teknis dari pemerintah telah dijalankan akan tetapi harga pangan masih mengalami kenaikan. Melihat kondisi ini, tentu masih memerlukan solusi yang sistematis.

Islam memiliki kebijakan untuk mengendalikan stabilitas harga pangan, yaitu:

Pertama: Menjaga supplay and demand (penawaran dan permintaan) di pasar agar tetap seimbang. Bukan dengan mematok harga barang dan jasa.

Jika supplay barang dan jasa berkurang, maka ini yang mengakibatkan harga dan upah naik, karena demand-nya besar. Maka ketersediaan barang dan jasa tersebut bisa diseimbangkan kembali oleh negara dengan menyuplai barang dan jasa dari wilayah lain.

Sebagaimana Umar pernah melakukan kebijakan menyuplai barang dan jasa. Ketika wilayah Syam mengalami wabah penyakit, sehingga produksinya berkurang, lalu kebutuhan barang di wilayah tersebut disuplai dari Irak.

Kedua: Jika berkurangnya supplay barang karena penimbunan, maka negara bisa menjatuhi sanksi ta’zir, sekaligus kewajiban melepaskan barang pemiliknya ke pasar.

Ketiga: Jika kenaikan harga tersebut terjadi karena penipuan, maka negara bisa menjatuhi sanksi ta’zir, sekaligus hak khiyar, antara membatalkan atau melanjutkan akad.

Keempat: Jika kenaikan harga terjadi karena faktor inflasi, maka negara juga berkewajiban untuk menjaga mata uangnya, dengan standar emas dan perak. Termasuk tidak menambah jumlahnya, sehingga menyebabkan jatuhnya nilai nominal mata uang yang ada.

Dengan demikian, negara harus menjadi pihak penyelesai masalah kenaikan bahan pangan agar tidak melahirkan permasalahan baru. Dengan solusi yang sistematis, maka dapat menghadang kenaikan bahan pangan.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER