WARGASERUJI – Berbicara tentang pemimpin, saat ini sedang ramai diperbincangkan. Apalagi setelah acara Debat Capres yang baru lalu. Ungkapan-ungkapan dua kandidat capres menjadi sorotan. Perbincangan tentang pemimpin semakin riuh. Kepadanyalah harapan kesejahteraan rakyat dititipkan.
Lantas seperti apakah sosok pemimpin yang layak kita pilih?
Capres nomor urut 01, Jokowi menyebut tak ada lagi kebakaran hutan dan lahan dalam tiga tahun terakhir.
“Kebakaran lahan gambut tidak terjadi lagi dan ini sudah bisa kita atasi. Dalam tiga tahun ini tidak terjadi kebakaran lahan, hutan, kebakaran lahan gambut dan itu adalah kerja keras kita semuanya,” kata Jokowi di panggung debat kedua, di Hotel The Sultan, Senayan, Jakarta, Ahad (17/2/2019).
Akan tetapi, apa yang disampaikan Jokowi berbeda dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). BNBP telah merekapitulasi bencana alam, termasuk kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bahwa  di tahun 2019 ini tercatat sudah terjadi beberapa kali karhutla.
Jokowi juga mengatakan bahwa dalam 4,5 tahun terakhir hampir tidak ada konflik dengan masyarakat dalam pembebasan lahan untuk memuluskan proyek-proyek infrastruktur negara.
“Dalam 4,5 tahun terakhir hampir tidak ada konflik dengan masyarakat dalam pembebasan lahan untuk memuluskan proyek-proyek infrastruktur Negara,” ujar Jokowi dalam debat.
Namun, klaim Jokowi tersebut bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Dimana, sejumlah pengerjaan proyek infrastruktur ditemukan kerap kali berujung konflik dengan masyrakat pemilik lahan.
Adhityani Putri dari Yayasan Indonesia Cerah mengatakan, bahwa konflik akibat pembebasan lahan masih kerap terjadi.
“Pernyataan itu (tidak ada konflik) sama sekali tidak benar. Pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktu energi, PLTU batu bara menimbulkan konflik hebat di masyarakat,” ujar Adhityani.
Itulah sekelumit ungkapan dari calon capres. Terpilihnya mereka menjadi pemimpin di Negeri ini, tentu tidak terlepas dari suara rakyat. Sehingga para calon akan melakukan berbagai cara untuk dapat menarik perhatian rakyat. Cara yang ditempuh untuk meraih kepercayaan rakyat pun seolah tidak merakyat. Hal demikian terjadi tentu tidak terlepas dari sistem demokrasi yang memberikan kebebasan berprilaku kepada setiap individu.
Dalam Islam, pemimpin pada hakekatnya memberikan keteladanan dalam kesesuain ucapan dan perbuatan yang akan dipertanggungjawabkan. Pemimpin yang ideal dan menjadi idaman rakyat telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Beginilah Pemimpin Ideal Sesuai Ajaran Islam
Pertama: Beriman pada Tuhan. Pemimpin adalah sosok yang memegang kekuasaan. Ketika ia beriman kepada adanya Sang Maha Perkasa, dan Sang Maha Berkuasa, ia akan sadar bahwa kekuasaan yang ada ditangannya adalah titipan dari Tuhan untuk dijalankan sebaik-baiknya. Sehingga keimanannya kepada Tuhan dapat menjadi pengontrol agar tidak bersikap semena-mena pada rakyatnya.
Kita dapat melihat contoh dari Nabi Muhammad SAW, pada saat itu beliau tidak hanya menjadi pemimpin agama tetapi juga pemimpin dalam pemerintahan umat Islam, namun besarnya kekuasaan yang ada ditangannya tidak membuat ia menjadi pemimpin yang angkuh dan semena-mena karena keyakinannya pada Allah SWT.
Kedua: Seorang pemimpin sudah seharusnya memiliki sifat pemberani. Pemimpin harus berani menghadapi segala permasalahan, berani memberantas kemungkaran, berani saat ia benar (sesuai aturan Allah), berani saat keselamatan rakyatnya terancam.
Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab RA, Shalahuddin Al-Ayyubi adalah sosok-sosok pemimpin yang berani, mereka berani mempertahankan keselamatan rakyat yang terancam, berani menumpas segala bentuk kemungkaran, dan berdiri dibarisan depan saat terjadi perang.
Ketiga: Memiliki rasa takut. Adapun rasa takut yang ada pada diri pemimpin berfungsi sebagai pengontrol, contohnya: rasa takutnya akan kebencian rakyat pada dirinya, membuat ia tidak jadi melakukan korupsi, rasa takutnya pada kemurkaan dan siksa Tuhan membuatnya menjauhi berlaku semena-mena dan berlaku tidak adil.
Contoh: Umar bin Abdul Aziz, seorang Khalifah dinasti Umayyah, sewaktu bekerja di kantor menggunakan cahaya dari lampu minyak, kemudian anaknya datang ingin bertemu dengannya. Umar langsung bertanya, “Masalah apa yang ingin kau bicarakan?, menyangkut kepentingan Negara atau keluarga?”, anaknya menjawab kepentingan keluarga ayah. Lalu Umar memadamkan lampu didekatnya sehingga ruangan menjadi gelap. Sang anak bertanya mengapa kita bicara dalam keadaan gelap? Umar menjawab minyak lampu ini dibeli dengan uang rakyat, maka harus digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan aku pribadi atau pun keluargaku.
Keempat: Merakyat. Sifat merakyat harus mendarah daging dalam diri seorang pemimpin, agar ia dapat melihat langsung bagaimana keadaan rakyat yang ia pimpin, sehingga dapat langsung ditindaklanjuti segala keluhan dan kekurangan.
Contoh: Umar bin Khattab saat menjadi Khalifah hampir setiap malam ia menyamar dan berkeliling melihat keadaan rakyatnya secara langsung. Pada suatu malam ia menemukan seorang ibu yang memasak batu untuk mengelabui anak-anaknya yang kelaparan supaya bisa tidur. Karena keluarga ini tidak mempunyai sesuatu apapun untuk dimakan, saat itu juga Umar mengambil gandum dari Baitul Maal dan mengangkat gandum itu dengan tangannya sendiri. Kemudian, ia berikan kepada sang ibu tersebut untuk dimakan bersama anak-anaknya. Bisa dibayangkan betapa mulianya seorang pemimpin yang seperti itu.
Kelima: Adil. Sudah tidak diragukan lagi sifat adil adalah syarat dari seorang pemimpin, karena sudah pasti dalam kehidupan masyarakat terjadi perselisihan dan permasalahan, seorang pemimpin harus bisa menyelesaikannya dengan adil.
Keenam: Tegas. Sikap tegas harus dimiliki seorang pemimpin, jika ia bersalah maka harus dihukum, jika ia benar maka wajib dibela. Tidak bersikap plin-plan yang menimbulkan ketidakjelasan dalam tata masyarakat. Contoh: Umar RA bersikap tegas dalam menegakkan hukum Islam, ia pernah menghukum cambuk anaknya sendiri sampai meninggal dunia, yang dilaporkan melakukan perzinaan.
Ketujuh: Berpengetahuan. Seorang pemimpin tentu harus memiliki keilmuan yang mumpuni untuk memimpin masyarakatnya, dan menyelesaikan segala permasalahan, keilmuan yang dimiliki dapat membantu menjalankan roda pemerintahan.
Contoh: Harun Ar-Rasyid dan Al-Makmun, kedua Khalifah dari dinasti Abbasiyah ini memiliki keilmuan yang tinggi. Mereka  menerjemahkan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu ke dalam Bahasa Arab, kegiatan ini pun menambah keilmuan rakyatnya, sehingga muncullah ilmuan-ilmuan islam yang diakui diseluruh dunia seperti Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Farabi, Ar-Razi, Az Zamakhsyari yang berjasa besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan mengangkat derajat Islam. .
Kelapan: Tidak berdusta. Seorang pemimpin harus menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan alias tidak munafik. Pemimpin seperti ini yang mampu menghantarkan kesejahteraan rakyat. Rasulullah SAW Â sangat jelas menggambarkan ciri-ciri orang yang munafik.
Tanda-tanda orang munafik ada 3, jika berbicara ia berdusta, bila berjanji ia tidak menepati janjinya, dan apabila diberi amanah ia menghianatinya (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Islam telah memberikan standar pemimpin ideal yang mampu memimpin rakyat, merakyat serta mampu menghantarkan rakyat kepada kesejahteraan. Tentu pemimpin yang seperti ini menjadi pemimpin idaman rakyat. Pemimpin ideal akan lebih baik jika bekerja di sistem yang ideal, yakni sistem buatan Allah.