Orang tuanya memberinya nama Ulfa Purwaningsih. Ia pernah tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Malang, angkatan 2011. Seabreg prestasi ia torehkan bagi almamaternya sebagai manifestasi kualitas intelektual, kepemimpinan dan luasnya jejaring yang berhasil ia bangun.
Bersama Agung Wicaksono dari FP, Ulfa meraih The Best Presentation dalam International Student Conference On Advanced Science And Technology (ICAST) 2012 di University of Seoul, 25 – 30 Oktober 2012 yang diikuti oleh peserta dari 85 negara. Research project-nya tentang sumber daya alternatif dari buah durian sebagai zat penghasil bioetanol terpilih menjadi salah satu dari 15 paper yang dipresentasikan di event bergengsi bagi kaum muda internasional yang ingin meningkatan kualitas sains dan teknologi tersebut.
Pada Tahun 2013 (27 February – 2 Maret), Ulfah Purwaningsih, mewakili Universitas Brawijaya ke Filiphina untuk menghadiri Green Leaders Youth Energy Summit (GLYES) di De La Salle University. Pada event ini dibahas hal-hal terkait energi termasuk ekonomi energi, keamanan, dan dampak lingkungan yang menentukan keberlanjutan sektor ini. Ulfa menjadi salah satu peserta Focus Group Discussion (FGD) yang membahas potensi energy issues economy mewakili Indonesia.
Seperti dikutip feb.ub.ac.id, Ulfa menyatakan bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dimana model pembangunan ekonominya cenderung bersifat ekstraktif dan berjangka pendek. Oleh karena itu, dibutuhkan pola baru berupa “ekonomi hijau” yang tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan. Usai acara summit tersebut Ulfa mendapatkan penghargaan Indonesia’s Green Leader Ambassador bersama delegasi Indonesia lainnya.
Pada Tahun 2016 Ulfa bersama timnya, Nina dan Windi dari FMIPA UB meraih penghargaan pada event Korea International Women’s Invention Exposition (KIWIE). melalui project berjudul The Use of Sugar Factory Dust in Making Seismic-resistant Bricks. Inovasinya berupa pemanfaatan abu atau dust limbah pabrik gula memberikan value added serta memiliki kelayakan bisnis untuk diproduksi secara massal.
KIWIE yang diselenggarkan di Center, 27 Kangnam-Daero, Secho-gu, Seoul, Korea Selatan (16-19/5) ini memiliki tema “The Creative Economy-Putting Innovation Into Action”. Acara bergengsi ini diikuti oleh sekitar 200 women inventors, entrepreneurs dan para mahasiswa dari seluruh dunia, diantaranya Indonesia, Jerman, Polandia, Russia, Turki, Tiongkok, Vietnam, Cote d’ivoire, Mesir, Laos, Thailand, Iran, Romania, Uganda, Malaysia, Taiwan, Macedonia, Kyrgystan, Tajikistan, Nigeria, Bosnia and Herzegovina, Yaman, Mozambique, Mongol, dan Saudi Arabia.
Di ajang KIWIE tersebut, Ulfa berhasil meraih Main Awards yaitu Gold Medal dan Special Awards dari Turkish Patent Institute Award as The Best Women at Korea International Women’s Invention Exposition. Ulfa berharap ini bukan langkah terakhirnya dan ia ingin agar lebih banyak lagi pemuda-pemudi Indonesia lainnya menorehkan prestasi seperti dirinya. “Be proud of Indonesia, Be Proud of FEB UB”, ungkapnya.
Ulfa Purwaningsih (sumber: Facebook)
Penuh perjuangan
Di balik berbagai prestasi membanggakan di atas, ternyata Ulfa dibesarkan dalam keluarga yang penuh keterbatasan. Ayahandanya wafat ketika ia masih belia. Ibunya membesarkan dua anaknya dengan menjadi pencuci baju dari rumah ke rumah. Ulfa kecil bahkan tak mungkin melanjutkan kuliah, karena masalah biaya. Ibunya tak bisa membiayainya, bahkan sekadar untuk membelikan formulir pendaftaran (SNMPTN). Beruntung, guru-guru SMU-nya terus mendorongnya agar meneruskan kuliah dan bahkan urunan untuk membelikan formulir. Akhirnya Ulfa ikut seleksi dan diterima di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya (FEB UB).
Saat kegiatan OPSPEK, ketika teman-temannya sibuk makan nasi bekal dari rumah atau kos-nya, Ulfa hanya mampu makan permen untuk menghemat uang saku. Ia terus menabung mimpi selama kuliah. Ia menyimpan bekas tiket pesawat (boarding pass) yang pernah ia peroleh sekadar untuk menjaga semangat agar kelak bisa naik pesawat dan menjadi orang sukses. Sejak semester 1, menurut para koleganya potensi Ulfa sudah nampak dengan keaktifan dan kritisismenya di dalam kelas. Di luar kampus Ulfa aktif dalam Korps-HMI-wati (KOHATI).
Ulfa lulus cepat dari kampusnya sekitar 3,5 tahun. Ia bertekad baja harus bisa kuliah di luar negeri. Tahun 2017 mimpinya dikabulkan oleh Allah Swt dan iapun terbang ke Oxford menuntut ilmu Human Resource Management di Oxford Brookes University. Kisah Ulfa seperti kisah Imam Al-Ghazali; ayahnya tak berpunya, saleh dan sangat jujur yang senantiasa mendoakan agar anaknya mashur dalam keilmuan. Hari-hari ini Ulfa sedang berjalan di lorong yang tak lagi gelap, tetapi terang-benderang oleh ilmu pengetahuan.
(Tulisan Tim Wagil 17B)