SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Pembubaran PT: Prosedur dan Akibat Hukum Pembubaran Berdasar RUPS

Pembubaran PT: Prosedur dan Akibat Hukum Pembubaran Berdasar RUPS

Pada tahun 2007 Audi, Aryanda dan Chico mendirikan sebuah Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT AAC, yang bergerak di bidang perdagangan. Namun karena kesibukan ketiganya, PT AAC tersebut sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 2017 lalu, untuk itu mereka sepakat untuk membubarkan PT AAC. Lalu bagaimanakah prosedur dan hal – hal yang harus dilakukan Audi, Aryanda dan Chico untuk membubarkan PT AAC tersebut? Apakah Audi, Aryanda dapat meninggalkan PT tersebut tanpa adanya pembubaran secara hukum?

Pembubaran PT

Berdasarkan Pasal 142 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), Pembubaran Perseroan dapat terjadi dikarenakan:

  1. berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);
  2. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
  3. berdasarkan penetapan pengadilan;
  4. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
  5. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
  6. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal pembubaran berdasarkan keputusan RUPS, keputusan RUPS dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran dapat dianggap sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

Selain itu berdasarkan Pasal 146 UUPT, Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan dengan alasan:

  1. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
  2. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
  3. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.

Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan tersebut wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator, yang mana Perseroan juga tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi. Adapun yang dimaksud dengan Likuidasi adalah proses pengurusan dan pemberesan aktiva dan pasiva dari suatu perusahaan, yang mana dari pemberesan tersebut digunakan untuk pembayaran utang dari debitur kepada para kreditur-krediturnya.

Lalu apakah pembubaran Perseroan tersebut serta merta mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukumnya? Tentunya tidak. Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan (Pasal 143 ayat 1 UUPT).

Prosedur Pembubaran PT oleh Keputusan RUPS

Dalam hal akan dilakukan pembubaran PT oleh rups, maka diperlukan prosedur sebagai berikut:

  1. RUPS pembubaran PT dan penunjukkan Likuidator;
  2. Pemberitahuan pembubaran PT kepada kreditur / pihak terkait lainnya oleh Likuidator;
  3. Inventarisasi asset dan pemberesan harta kekayaan PT oleh Likuidator;
  4. Likuidator menyampaikan pertanggungjawabannya kepada RUPS dan Menteri yang berwenang;
  5. Pengumuman pembubaran PT dalam surat kabar;
  6. Menteri yang berwenang menghapus nama Perseroan tersebut dalam daftar Perseroan;
  7. Pengumuman dalam Berita negara republik indonesia (”BNRI”)

Dengan demikian, Audi, Aryanda dan Chico tidak dapat meninggalkan PT AAC begitu saja, mereka harus menjalankan seluruh prosedur hingga PT AAC bubar secara hukum

Akibat Tidak Dilakukannya Pemberitahuan Pembubaran kepada Kreditur dan Menteri

Lalu bagaimana jika pembubaran PT tersebut tidak diikuti dengan pemberitahuan kepada kreditur dan Menteri yang berwenang? Maka pembubaran PT tersebut tidak berlaku kepada pihak ketiga, sehingga Perseroan tersebut tetap berkewajiban menjalankan seluruh kewajibannya, seperti pembayaran pajak dan lainnya.

Namun apabila tidak dilakukannya pemberitahuan pembubaran PT tersebut dikarenakan kelalaian oleh likuidator yang ditunjuk, maka likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.

Pemberhentian dan Penggantian Likuidator

Lalu bagaimana jika dalam menjalankan tugasnya Likuidator yang ditunjuk tersebut tidak menjalankannya dengan baik? Atau justru melanggar ketentuan yang diatur? Dalam hal ini berdasarkan Pasal 151 UUPT, pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama. Untuk pemberhentian Likuidator tersebut harus dilakukan dengan pemanggilan yang bersangkutan terlebih dahulu.

Dengan demikian, dalam hal pembubaran PT AAC, maka Audi, Aryanda dan Chico wajib melakukan RUPS terlebih dahulu dan menunjuk Likuidator untuk melakukan pemberesan aset PT. Adapun jika Audi, Aryanda dan Chico tidak melakukan prosedur tersebut, maka PT AAC tetap wajib melakukan seluruh kewajibannya sebagaimana mestinya.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER