SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Kebiasaan Paling Buruk Masyarakat Indonesia

Kebiasaan Paling Buruk Masyarakat Indonesia

Sesuai judulnya, taukah kita apakag kebiasaan paling buruk masyarakat Indonesia?

Yup!

MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN

Sudah tidak asing lagi di mata kita, sampah dimana-mana, diberbagai tempat-tempat umum, jalan-jalan, maupun di lokasi-lokasi wisata, sampah berserak dan menggenang dimana-mana.

Sadarkah bahwa itu adalah perbuatan dan kebiasaan paling buruk masyarakat kita?

Orang dengan seenaknya membuang sampah sembarangan, membuat kotor tempat-tempat umum, membuang sisa-sisa bekas makanan mereka di sungai-sungai dan selokan-selokan hingga dipenuhi dengan sampah. Tak hanya itu, tengoklah bagaimana perilaku buruk para pengendara jalan raya yang sering kita pergoki bagaimana mereka melempar sisa putung rokok, membuang bungkus makanan maupun sampah-sampah kecil lain hanya dengan membuka jendela mobil lalu melemparnya ke jalan raya. Tak hanya itu, para pengendara roda dua pun tak luput dari perilaku buruk semacam ini. Sisa bungkus minum es dengan sedotan dan es batu begitu saja dilempar tanpa rasa bersalah di jalan raya setelah puas menenggak habis isinya. Tak hanya minuman, berbagai sisa bungkus makanan ringan pun tak jarang ikut terlempar dengan sangat indah hingga berkibar-kibar tertiup angin, termasuk di dalamnya adalah perilaku meludah sembarangan, hingga tak jarang percikan-percikan air ludah melayang dengan indah di pengendara belakangnya. Sungguh menjijikkan bukan?

Itulah potret paling buruk kebiasaan masyarakat Indonesia.

Sejak menjajaki bangku taman kanak-kanak lalu terus berlanjut hingga perguruan tinggi, masyarakat banyak dicekoki jika membuang sampah harus pada tempatnya. Namun semua itu hanya menjadi teori belaka tatkala kita melihat fakta di masyarakat bahwa semua teori dari sekolah, semua pelajaran yang mereka serap selama lebih dari 12 tahun sekolah, sama sekali tidak teraplikasikan!

Banyak kita melihat anak-anak mahasiswa membuang tisu sembarangan, membuang bekas makanan di selokan-selokan, dan area-area umum lainnya.

Bayangkan…!

Seorang mahasiswa, generasi penerus bangsa Indonesia, yang selalu dijuluki agent of change, tapi dalam hal kecil mereka merusak tatanan alam yang dampaknya sungguh luar biasa bagi kehidupan selanjutnya, yaitu membuang sampah sembarangan.

Tak hanya para mahasiswa, banyak juga orang-orang dengan deretan title yang tersemat di belakang namanya, maupun para calon anggota legislatif juga melakukan hal buruk yang serupa.

Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?

Menurut pakar psikologi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Dewi Ilma Antawati, M.Psi, hal tersebut terjadi lantaran adanya kebiasaan-kebiasaan yang tertanam secara turun-temurun.

“Itu kan salah satu bentuk perilaku ya. Ini kalau kita ngomong dari teori behaviorism, perilaku itu kan dibentuk dari pembiasaan-pembiasaan. Apa yang dilakukan berulang-ulang akan dilakukan terus. Mungkin di rumah tidak ada tempat sampah atau tidak ada aturan untuk membuang sampah di tempatnya dan itu dilakukan berulang2 sehingga menjadi kebiasaan,” jelasnya.

Sehingga menurut ibu dari enam orang anak ini, jika ditinjau dari teori psikologi social learning, mungkin tidak adanya contoh di lingkungan yang melakukan buang sampah di tempatnya.

“Mungkin orang tuanya, tetangganya, nenek atau kakeknya biasa buang sampah sembarangan, sehingga menjadi contoh,” papar Ilma.

Ia menjelaskan, hal tersebut bisa juga daru penanaman value tentang kebersihan yang tidak diutamakan, atau pola asuh yang permisif,  misalnya anak dibiarkan tidak dibiasakan bertanggungjawab terhadap kebersihan rumah.

“Jadi yang bersih-bersih ibunya atau ayahnya terus. Sehingga di kemudian hari tidak ada rasa tanggung jawab untuk menjaga kebersihan,” katanya.

Lantas bagaimana solusinya?

Wakil dekan I Fakultas Psikologi ini memaparkan bahwa harus ada penerapan aturan yang tegas dan jelas tentang kebersihan, mulai dari unit yg terkecil yaitu keluarga hingga unit yg lebih besar yaitu negara.

“Karena keluarga adalah lingkungan pertama yang membentuk habit seseorang, dan individu hidup dalam lapisan2 ekosistem yang mempengaruhi perilaku. Untuk itu semua lapisan ekosistem itu harusnya punya aturan yg sama utk membentuk perilaku,” pungkasnya. (HA)

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER